Sabtu 09 Feb 2019 06:48 WIB

Truk Tambang Langgar Kesepakatan

Penghuni sekolah tidak pernah menghirup udara segar bahkan saat pagi pukul 07.00 WIB

Rep: Imas Damayanti/ Red: Bilal Ramadhan
Suasana aktivitas truk tambang di Rumpin, Kabupaten Bogor, Jumat (8/2) pagi. Dari pantaun Republika, banyak truk tambang yang masih mengangkut material tambang, padahal sebelumnya BPTJ mengklaim jam operasional truk tambang yang di siang hari tak boleh mengangkut material tambang.
Foto: Republika/Imas Damayanti
Suasana aktivitas truk tambang di Rumpin, Kabupaten Bogor, Jumat (8/2) pagi. Dari pantaun Republika, banyak truk tambang yang masih mengangkut material tambang, padahal sebelumnya BPTJ mengklaim jam operasional truk tambang yang di siang hari tak boleh mengangkut material tambang.

REPUBLIKA.CO.ID, CIBINONG – Bupati Ade Yasin sempat mengecam Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) karena mengambil keputusan sepihak terkait operasional truk tayang yang diizinkan melintas pada siang hari. Padahal, jam operasional truk tambang untuk Kabupaten Bogor yang berdasar kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dan BPTJ hanya berlaku pada pukul 20.00-05.00 WIB.

Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengatakan, operasional truk tambang pada siang hari memang diizinkan mulai Rabu (6/2) hingga kurun waktu sepekan ke depan sebagai bagian dari uji coba dalam mencari formula yang tepat dalam permasalahan truk tambang.

Meski pemberlakuan jam operasional truk tambang pada siang hari itu dilakukan, Bambang mengaku, hanya membatasi truk tambang yang melintas dengan syarat tak mengangkut muatan.

Berdasarkan pantauan Republika, truk tambang yang melintas di sepanjang jalur Gunung Sindur hingga Rumpin pada Jumat (8/2) sekitar pukul 09.00 WIB, banyak yang mengangkut material tambang.

Terkait hal ini, saat dimintai konfirmasi, tak ada pihak BPTJ yang bersedia memberikan komentar. Saat dihubungi, Bambang mengatakan, tak bisa berkomentar banyak karena masih melaksanakan ibadah umrah.

“Karena masih tahapan uji coba, jadi masih kami evaluasi dulu. Kalau ada pelanggaran seperti itu karena masih uji coba, jadi kami belum bisa melakukan penegakan hukumnya,” kata Bambang dari Makkah, Arab Saudi, kepada Republika, Jumat (8/2).

Salah satu personalia perusahaan tambang PT Lola Laut Timur, Yani mengklaim, secara kasat mata terjadi pengurangan mobilitas truk tambang saat ini. Namun, lebih jauh dia mengaku tak tahu menahu secara pasti terkait truk yang berisi muatan dan tetap beroperasi pada siang hari. “Secara kasat mata, mungkin sudah sedikit berkurang ya,” kata Yani.

Menderita akibat debu

Madrasah Ibtidaiyah (MI) Mathla'ul Anwar, Leuwiranji, Rumpin, Kabupaten Bogor menjadi salah satu yang menderita akibat adanya kepulan debu dari banyaknya truk tambang yang melintas. Kepulan debu itu menumpuk dan memenuhi halaman sekolah sehingga para siswa keluar dari kelas menutupi wajah mereka dengan tangan.

Salah satu guru di sekolah tersebut, Badriah (32 tahun), berharap muridnya kelak tak ada yang menjadi kuli sekrup tambang. “Kebanyakan dari kuli sekrup tambang adalah orang sini (Rumpin), hidupnya hanya pas-pasan. Yang kaya mah perusahaan tambangnya,” kata wanita gempal berjilbab merah marun itu kepada Republika, Jumat (8/2).

Badriah menjelaskan, umumnya warga setempat memang bekerja sebagai kuli sekrup saja. Bahkan/ sekelas sopir truk tambang pun, kata dia, tak ada warga sekitar yang berprofesi sebagai itu. Apalagi, sebagai pemilik truk atau direksi perusahaan tambang, Badriah sangsi sendiri.

Sampai saat ini, guru sekaligus warga Rumpin itu mengaku tak merasakan dampak manfaat adanya aktivitas produksi tambang. Dari keterangan yang ia dapat dari warga, keluhan serupa juga kerap dilontarkan para warga sekitar.

Alih-alih mendapat manfaat dari adanya aktivitas tambang, Badriah justru melihat dampak negatif yang kerap dialami dirinya dan warga. Selama lebih dari lima tahun menjadi guru di sekolah yang bersinggungan langsung dengan dampak aktivitas tambang.

Badriah banyak bercerita tentang kondisi pendidikan di lingkup sekolah tempatnya mengajar, seperti udara yang tak sehat akibat debu. Badriah mengatakan, mayoritas penghuni sekolah tak pernah menghirup udara segar bahkan di pukul 07.00 WIB sekalipun.

Kata-kata Badriah memang tak berlebihan, buktinya, sepanjang jalur yang dilintasi truk tambang, kepulan debu pekat bertebaran di mana-mana, bahkan tak ada daun pohon ataupun semak di pinggiran jalan yang berwarna hijau.

Debu pekat menutupi keseluruhan semak dan dedaunan pohon sehingga berubah warna menjadi coklat keabu-abuan. Belum lagi kondisi infrastruktur jalan yang hancur dan tak layak dilintasi.

Sepanjang Republika menelusuri jalur Gunung Sindur, Leuwiranji, dan Rumpin, Jumat (8/2) pagi, kondisi infrastruktur jalan berlubang dengan diameter yang cukup besar. Beberapa jalan bahkan tampak tak terlihat lagi adanya tanda-tanda bangunan aspal ataupun beton coran.

Di tengah kondisi yang semrawut tersebut, mobilitas warga yang menggunakan kendaraan dalam menopang aktivitas sehari-hari tetap dilakukan. Berhimpit-himpitan dengan truk tambang yang melintas, mobilitas warga tersendat. Belum lagi maraknya truk tambang yang parkir di bahu jalan makin membuat ruwet pengguna jalan yang ada.

Salah seorang warga Rumpin lainnya, Mad Rohim (61 tahun), mengaku sering menemui truk tambang yang mengangkut material tambang pada siang hari. Warga yang berprofesi sebagai satpam MI Mathla'ul Anwar ini mengatakan, kerap beradu argumen kepada para sopir truk tambang yang memarkir kendaraannya di depan pagar sekolah. Alasan keselamatan siswa menjadi landasan kakek dua cucu tersebut berani pasang badan.

“Kalau truknya diparkir di depan sekolah, siswa kadang suka manjat-manjat. Kadang juga mereka (sopir truk tambang) bawa truknya kencang sekali biar pun jalanannya sudah rusak,” kata Rohim.

Bukan tanpa alasan Rohim berani berargumen pada para sopir, kenyataannya beberapa kasus kecelakaan di wilayah sekolah oleh truk tambang kerap terjadi. Dia menceritakan bagaimana dua orang siswa yang bersekolah di wilayah Gunung Sindur harus meregang nyawa akibat terlindas truk tambang yang tak hati-hati melintas.

“Yang meninggal sudah banyak, bulan Ramadhan lalu ada dua orang. Kalau yang sudah-sudah, enggak terhitung berapa banyak yang meninggal. Pernah ada salah satu guru SMA meninggal juga,” kata Rohim.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement