Kamis 07 Feb 2019 23:29 WIB

Presiden: Hoaks Harus Diluruskan untuk Hindari Perpecahan

Jokowi menanggapi hoaks bukan karena marah, tetapi merasa perlu menjawab.

Joko Widodo
Foto: Antara/ICom/AM IMF-WBG/Afriadi Hikmal
Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo mengatakan fitnah dan hoaks akhir-akhir ini menyembur kencang, termasuk di Indonesia. Ia pun menyatakan fitnah dan hoaks itu harus diluruskan untuk menghindari perpecahan bangsa ini.

"Saya titip betul bahwa yang namanya fitnah dan hoaks harus diluruskan agar perpecahan dan gesekan bisa kita hindari," kata Presiden Jokowi saat silaturahmi dengan kiai, habib, dan ustaz se-Jadetabek di Istana Negara Jakarta,  Kamis (6/2).

Ia menyebutkan semburan berita-berita fitnah, hoaks yang tiada henti, akhir-akhir ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negara lain. Fenomena itu terjadi karena keterbukaan media sosial.

Jika dahulu koran bisa diedit oleh redaktur, sekarang semua warga masyarakat bisa membuat berita dan opini sendiri. Presiden Jokowi menyebutkan PM Malaysia kepada dirinya menyampaikan hal yang sama mengenai semburan fitnah dan hoaks. 

"Sultan Brunei juga menyampaikan hal yang sama, kemudian presiden dan PM di Eropa menyampaikan hal yang sama, juga para emir dan raja di Timteng menyampaikan hal yang sama karena medsos tidak bisa kita hambat dan larang," katanya.

Menurut Presiden, yang terpenting saat ini adalah bagaimana membentengi pribadi warga dengan budi pekerti yang baik, karakter Islam yang baik, karakter keindonesiaan yang baik, tata krama yang baik, dan nilai agama yang baik. "Saya kira bentengnya itu bukan dilarang atau diblok karena malah akan makin viral lagi bahasa medsosnya," katanya. 

Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, banyaknya peristiwa pilitik cukup merepotkan dalam upaya meredam hoaks dan fitnah. "Di negara kita ini terlalu banyak peristiwa politik, ada pilihan bupati, ada pilihan wali kota, ada pilihan gubernur, dan ada pilihan presiden," katanya.

Ia menyebutkan tidak ada di dunia ini sebanyak Indonesia peristiwa politiknya. Dahulu sebelum digabung pelaksanaan pilkada, hampir setiap hari ada pemilihan kepala daerah. Namun, sekarang sudah digabung sehingga agak berkurang.  

"Saya hanya ingin menyampaikan bahwa sebetulnya kalau kematangan dan kedewasaan dalam berpolitik sudah matang, yang namanya hoaks tidak masalah," katanya.

Problemnya, lanjut dia, masyarakat Indonesia saat ini sedang menuju kedewasaan dalam berpolitik sehingga sering kali berita fitnah sangat mengguncangkan masyarakat dan sangat memengaruhi kenyamanan masyarakat. "Termasuk hal-hal yang berkaitan dengan politik, ya, dengan saya," katanya.

Di hadapan ratusan kiai dan habib, Jokowi kemudian memberi verifikasi mengenai fitnah dan hoaks yang menimpa dirinya. "Saya berikan contoh soal Presiden Jokowi PKI, ada lagi Presiden Jokowi antek asing, antek aseng, ada lagi Presiden Jokowi antiulama, dan melakukan kriminalisasi ulama," katanya. 

Presiden kemudian memberikan penjelasan panjang lebar mengenai berita yang tidak benar tersebut. "Saya blak-blakan saja, namanya manusia kalau khilaf, ya, minta maaf. Kalau 'endak', ya, saya hampir 4,5 tahun diam dan sabar saja. Namun, sekarang saya perlu menjawab. Menjawab itu bukan marah, ya," katanya.

Presiden kemudian mencontohkan kasus di Afghanistan yang diwarnai dengan konflik antarfaksi yang tidak pernah berhenti sejak puluhan tahun lalu. "Kita pernah kedatangan tamu Presiden Afghanistan dan ibu negaranya. Saya pernah juga ke Kabul," katanya. 

Menurut dia, Indonesia ingin membantu menyatukan faksi-faksi di Afghanistan yang saat ini dalam posisi konflik. "Namun, memang tidak mudah, kami sudah melakukan sembilan kali pertemuan tertutup, baik dengan faksi pemerintah, Taliban, maupun dengan yang di Pakistan. Semua pertemuan kami lakukan tertutup," katanya.

Menurut dia, dalam kondisi konflik, terjadi perang, maka pertama-tama yang dirugikan adalah anak-anak dan kedua perempuan. "Saya ajak ulama agar bisa memberikan wejangan dan tausiah kepada umat, kepada santri, mengingatkan masalah-masalah yang bisa timbul atau muncul," katanya. 

Ia mengingatkan konflik sering muncul bersamaan dengan pilkada, pileg, pilpres, yang harus disikapi dengan dewasa. "Kalau ada pemilihan, gampang saja tinggal lihat prestasi, pengalamannya, programnya apa, idenya apa. Silakan beda pilihan, 'gapapa' tetapi jangan 'ngomporin' fitnah yang menyesatkan," katanya.

Ia menyebutkan dirinya selalu mengajak masyarakat dewasa dalam memilih pemimpin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement