Jumat 08 Feb 2019 07:19 WIB

Ini Alasan Bawah JPM Tanah Abang tak Ada Zebra Cross

Kenyataannya pejalan kaki masih melintas dan PKL berjualan di trotoar

Rep: Farah Noersativa/ Red: Bilal Ramadhan
Warga melintasi pagar beton pembatas jalan di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta, Rabu (9/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga melintasi pagar beton pembatas jalan di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta, Rabu (9/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sterilisasi Jalan Jatibaru, Tanah Abang, dari pejalan kaki telah berlaku hari ini. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wdjatmoko mengatakan, masyarakat diimbau untuk menaiki jembatan penyeberangan multiguna (JPM) atau kerap disebut skybridge yang telah dibangun untuk fasilitas integrasi.

Kan sudah ada fasilitasnya. JPM itu kan dibangun untuk fasilitas integrasi dan juga fasilitas pejalan kaki, ya fasilitas itu digunakan,” kata Sigit di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (7/2).

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, kata dia, telah mempelajari mobilitas warga di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, terutama dari stasiun dan juga di bawah JPM itu sendiri. Mobilitas itu meliputi di mana dan ke mana saja masyarakat berjalan di wilayah itu.

Oleh sebab itu, fasilitas JPM dibangun untuk memenuhi mobilitas warga di sana. JPM, kata dia, bukan hanya sebagai fasilitas, melainkan juga sebagai penjamin masyarakat. “Bukan sebagai fasilitas saja tapi juga penjamin dan melindungi warga, khususnya yang menggunakan angkutan umum,” kata Sigit.

Dia juga menuturkan, masyarakat juga diimbau menuju ke Tanah Abang menggunakan transportasi integrasi. Sisi dekat stasiun, kata dia, memang dioptimalkan untuk integrasi transportasi dengan Jak Lingko.

Jalan Jatibaru, lanjut dia, juga tak didesain dengan adanya zebra cross. Dengan demikian, sterilisasi pejalan kaki di jalan itu memang diperuntukkan masyarakat agar terlindungi dengan mengarahkannya ke JPM.

“Di bawah itu sudah didesain tidak ada zebra cross sehingga kan kita melindungilah, khususnya mereka yang pejalan kaki. Ini bagian dari bagaimana kita membahagiakan masyarakat yang menggunakan angkutan umum,” kata dia.

Selain itu, diarahkannya masyarakat untuk naik JPM juga menurut dia akan menyehatkan mereka. Meskipun demikian, pendapat masyarakat berupa keluhan mengenai mereka yang lelah masih akan tetap pemprov tampung.

Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho mengatakan, sterilisasi pejalan kaki di Jalan Jatibaru memang sesuai kesepakatan pihak-pihak yang telah berdiskusi dengan fasilitas Ombudsman. Pada dasar perencanaannya, jalan tersebut memang diperuntukkan transportasi massal saja.

“Makanya kemudian para penumpang diarahkan melewati JPM. Yang sisanya, yang akan naik Jak Lingko, baru diarahkan ke bawah,” kata Teguh kepada Republika, Kamis (7/2).

Berdasarkan pertimbangan saat perencanaan, jika Jalan Jatibaru dibuka lagi untuk pejalan kaki, pedestrian dikhawatirkan akan mengundang PKL yang baru untuk datang kembali ke jalan tersebut.

Pada kenyataannya, ketika pejalan kaki tetap berjalan kaki di bawah JPM, PKL pun tetap datang di trotoar-trotoar Jalan Jatibaru. Hal itu terus berulang sehingga aparat, terutama Satpol PP, setiap hari bahkan harus melakukan pembersihan.

“Tapi, PKL-nya kembali lagi, kembali lagi. Nah, dari sisi biaya operasional, yang rutin melakukan pembersihan itu kan juga dari sisi anggaran juga cukup besar, terus-menerus,” kata dia.

Pasalnya, persoalan PKL bukan persoalan penegakan hukum semata. Apabila Jalan Jatibaru dipenuhi oleh PKL baru terus-menerus, kata dia, pembangunan JPM kemudian akan menjadi sia-sia.

Teguh mengatakan, penegakan hukum kepada para PKL saja terbukti tak bisa diselesaikan. “Akhirnya harus dilakukan tindakan pencegahan. Pencegahan ini melalui jalan JPM itu, di atas. Kemudian untuk yang transportasinya itu lewat Jak Lingko,” ujar dia.

Meskipun demikian, dia menyadari sterilisasi PKL belum terlaksana di trotoar seberang Stasiun Tanah Abang. Seharusnya, kata dia, PKL di wilayah itu harus dibersihkan seluruhnya. “Nanti mungkin bertahap sama pemprov. Itu harusnya memang tertutup dan untuk para penumpang saja,” ujar dia.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengapresiasi langkah pemprov untuk melakukan sterilisasi pejalan kaki dan mengarahkan mereka ke JPM. Hal itu, kata dia, dalam rangka membudayakan berjalan kaki bagi masyarakat.

“Penataan Tanah Abang, termasuk di dalamnya adalah membudayakan berjalan kaki dan mendisiplinkan pejalan kaki. Maksudnya, pejalan kaki berjalan kaki di tempat yang telah disiapkan, baik trotoar, JPO (jembatan penyeberangan orang), dan JPM,” ujar Nirwono kepada Republika, Kamis (7/2).

Meskipun demikian, hal itu harus diikuti dengan sterilisasi trotoar Jalan Jatibaru dari PKL. Dengan demikian, pejalan kaki dapat berjalan kaki dengan aman dan nyaman di trotoar yang telah dibangun.

“Pelajari juga sirkulasi pejalan kaki, arus pejalan kaki pada jam-jam sibuk atau padat. Intinya, utamakan pejalan kaki dan optimalkan trotoar yang sudah direvitalisasi tersebut untuk berjalan kaki,” kata dia.

Dia menyoroti, ketika sterilisasi pejalan kaki tak disertai sterilisasi PKL, hal itu menunjukkan pemprov belum memiliki rencana induk yang matang, terutama dalam penataan Tanah Abang. “Sehingga tidak heran penyelesaiannya jadi parsial dan tidak tuntas,” kata dia.

Salah seorang pejalan kaki Jalan Jatibaru, Sri Hartati (43 tahun), mengatakan, aturan baru sterilisasi itu agak merepotkan. “Biasanya kan tinggal nyebrang doang, sekarang naik tangga. Naik tangganya lumayan jauh juga,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement