Kamis 07 Feb 2019 01:00 WIB

DPR Diminta Perpanjang Proses Seleksi Calon Hakim MK

Jangka waktu merupakan salah satu persoalan yang mempengaruhi kualitas hakim.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Muhammad Hafil
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta untuk memperpanjang proses seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Saat ini, proses seleksi wawancara hanya berjalan selama lima hari kerja.

"Seleksi wawancara dilaksanakan pada 6-7 Februari 2019. Seleksi juga akan dilakukan oleh dua orang hakim konstitusi aktif yang akan memperpanjang masa jabatannya untuk kedua kali," ujar Deputi Direktur Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar, Rabu (6/2).

Atas dasar itu, Erwin beserta Koalisi Masyarakat Sipil untuk Selamatkan MK meminta DPR untuk memperpanjang waktu proses seleksi. Menurut mereka, dalam proses seleksi calon hakim MK DPR belum begitu transparan.

"Meminta DPR untuk memperpanjang waktu untuk menerima masukan publik terhadap masing-masing calon berdasarkan asas kelayakan dan kepatutan," kata dia.

Menurut koalisi, persoalan jangka waktu juga merupakan salah satu persoalan yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas hakim yang terpilih. Dalam sejarah seleksi hakim MK, sambungnya, baru jali ini jangka waktu seleksi dilakukan dengan sangat pendek.

"Minimnya waktu yang dibuka oleh DPR membuat akses ubtuk mendapatkan calon yang berkualitas menjadi tertutup," tuturnya.

Selain itu, setidaknya ada lima dari 11 calon hakim MK dari DPR yang belum melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Karena itu, DPR diminta meminta masukan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pemilihan calon hakim MK.

"Koalisi meminta DPR untuk meminta masukan KPK dan PPATK terhadap ketaatan calon dalam melaporkan kekayaannya dan kewajaran transaksi keuangan calon," ujar Ihsan Maulana, perwakilan dari Kode Inisiatif.

Pada konferensi pers tersebut ia mengatakan, dari 11 calon hakim konstitusi, sembilan di antaranya diwajibkan untuk melaporkan LHKPN kepada KPK. Tapi, berdasarkan penelusuran, lima orang dari calon tersebut tidak pernah melaporkan kekayaannya kepada komisi antirasuah itu.

"Bahkan, dari lima orang calon yang belum melaporkan LHKPN-nya tersebut, keduanya saat ini masih aktif sebagai petinggi dari lembaga negara," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement