Selasa 05 Feb 2019 23:10 WIB

PSI: RUU Permusikan Sarat Kepentingan Bisnis

RUU permusikan yang diinisiasi DPR tidak mewakili aspirasi publik.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andi Nur Aminah
Musisi sekaligus anggota DPR Anang Hemansyah (kedua kanan), didampingi penyanyi Glenn Fredly (tengah) menghadiri diskusi terkait RUU Permusikan di Jakarta, Senin (4/2/2019).
Foto: Antara/Dede Rizky Permana
Musisi sekaligus anggota DPR Anang Hemansyah (kedua kanan), didampingi penyanyi Glenn Fredly (tengah) menghadiri diskusi terkait RUU Permusikan di Jakarta, Senin (4/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bidang Ekonomi Digital dan E-Commerce Daniel Simeon Tumiwa menilai RUU permusikan yang diinisiasi DPR tidak mewakili aspirasi publik. Dia mengatakan, RUU tersebut sarat akan kepentingan bisnis.

"Karya musik tidak bisa diundang-undangkan karena merupakan bagian dari kebebasan berpendapat yang bersinggungan dengan seni dan budaya," kata Daniel Tumiwa di Jakarta, Selasa (5/2).

Daniel mengatakan, hadirnya RUU ini menunjukkan tidak ada keterwakilan aspirasi masyarakat, dalam hal ini ekosistem dan industri musik di DPR. Dia melanjutkan, hal itu juga menampakan jika masih banyak orang yang masuk ke badan legislatif hanya untuk bermain dengan kekuasaan untuk kepentingan bisnis, bukannya untuk memajukan Indonesia dari sudut seni dan budaya.

Mantan Marketing Director Universal Music Indonesia ini menyesalkan Komisi XI DPR yang telah meloloskan RUU tersebut. Dia melanjutkan, DPR lebih baik membuat regulasi yang memproteksi dan membiarkan musik berkembang sesuai waktu, zaman, dan perkembangan peradaban saat ini.

mantan CEO OLX Indonesia ini mengungkapkan, saat ini merupakan zaman di mana musik telah menjadi produk dunia, hasil dari demokratisasi, kolaborasi, dan globalisasi. Dia menilai, DPR telah gagal paham jika sekarang sudah bukan lagi jaman pembatasan dalam kebebasan berekspresi.

“Seharusnya, yang difokuskan adalah penguatan mental, pendidikan, dan wawasan agar Indonesia bisa tangguh dalam mempertahankan budayanya sendiri, tidak dengan mengekang kebebasan bermusik,” tandasnya.

Sebelumnya, pasal yang menjadi sorotan sejumlah musisi pasal 5 yang menyebutkan jika musisi dilarang menciptakan lagu yang menista, melecehkan, menodai dan memprovokasi. Mereka menilai pasal itu merupakan pasal karet sehingga mudah ditarik ke sana ke sini sesuai kepentingan masing-masing.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement