REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pembangunan infrastruktur jalan tol di beberapa ruas antar wilayah, dinilai tidak efektif untuk mengurangi ongkos logistik. Banyak sopir truk angkutan barang yang enggan melalui jalan tol, karena tarif tol yang cukup mahal.
"Kalau lewat jalan tol, kami tidak akan dapat apa-apa. Semua ongkos yang diberikan perusahaan, habis untuk biaya perjalanan," jelas Sajiono (52), sopir truk tronton yang kerap mengantar berbagai bahan pangan dari Purwokerto ke Surabaya, Selasa (5/2). Setiap bulan, paling tidak dia melakukan pengiriman barang dari Purwokerto ke Surabaya sebanyak 5-6 kali.
Dia menyebutkan, untuk mengantar barang dari Purwokerto ke Surabaya, dia mendapat bekal ongkos perjalanan dari majikannya sebesar Rp 4,5 juta. Sedangkan rute yang selama ini dilalui, antara lain melalui Yogyakarta, Solo, Ngawi, Madiun, Nganjuk hingga Surabaya.
Saji mengakui, saat ini memang sudah ada jalan tol yang menghubungkan Surakarta hingga Surabaya sehingga bisa memangkas waktu perjalanan. Namun dia menyebutkan sejak tol tersebut beroperasi, hanya sekali dia melalui ruas tol tersebut. ''Itu pun hanya melintas di sebagian ruas jalan tol, karena ongkos tol-nya mahal,'' katanya.
Dia menyebutkan, bekal ongkos Rp 4,5 juta untuk perjalanan Purwokerto-Surabaya PP, hanya cukup untuk perjalanan yang tidak melalui tol. ''Kalau dengan ongkos sebesar itu harus lewat tol, kami tidak akan mendapat sisa uang yang bisa diberikan pada keluarga kami,'' jelasnya.
Menurutnya, untuk perjalanan antara Purwokerto-Surabaya PP selama 2,5 hari, truk tronton yang dikendarainya menghabiskan solar senilai sekitar Rp 2 juta. ''Itu baru untuk BBM-nya saja,'' katanya.
Untuk kebutuhan, dia bersama kernetnya paling tidak akan menghabiskan ongkos Rp 300 ribu dan ongkos bongkar muat Rp 300 ribu. Di luar itu, juga seringkali ada biaya tak terduga yang kisarannya menghabiskan biaya sekitar Rp 1 juta. Antara lain, seperti preman parkir, berbagai pungli, dan memperbaiki kerusakan ringan kendaraan yang terjadi selama perjalanan.
''Dengan berbagai kebutuhan tersebut, biasanya kami hanya mendapat uang sisa sekitar Rp 700 ribu-Rp 1 juta dari perjalanan Purwokerto-Surabaya PP. Sisa uang itu, kami bagi dua dengan kernet truk,'' jelasnya.
Dengan sisa tersebut, Sajiono menyebutkan, bila selama perjalanan harus melalui jalan tol, tentu tidak ada lagi uang tersisa yang bisa diberikan pada keluarga. ''Ongkos tol dari pintu tol Karanganyar hingga pintu tol Waru Surabaya, untuk truk tronton 3 sumbu paling tidak ditarik Rp 700 ribu. Sedangkan kalau truk gandeng, paling tidak Rp 1 juta,'' katanya.
Untuk itu, dia mengaku selama ini lebih memilih menggunakan jalan non tol bila harus mengirim barang dari Purwokerto ke Surabaya. ''Kecuali kalau kondisi jalan non tol memang sedang macet total, saya terpaksa melalui jalan tol untuk menghindari kemacetan. Itu pun saya harus telepon dulu ke majikan, mau menambah ongkos perjalanan atau tidak. Kalau tidak, ya tetap lewat jalan non tol,'' katanya.
Dia mengaku, kondisi ini berbeda bila harus mengirim barang ke Jakarta. Dia mengaku, untuk mengantar barang dari Purwokerto ke Jakarta, dia memang selalu melalui jalan tol mulai dari pintu tol Pejagan Kabupaten Brebes hingga ke Jakarta. Namun dia menyebutkan, majikan yang meminta mengirim barang biasanya sudah memperhitungkan ongkos tol yang harus ditanggung pengemudi.
''Kalau sedang mengirim barang ke Jakarta, majikan pasti sudah memperhitungkan ongkos tol yang harus dibayar. Soalnya, kalau melalui jalan non tol pasti akan akan terhambat kemacetan. Sedangkan untuk jalur Surakarta-Surabaya, kondisinya jalannya belum terlalu macet sehingga majikan juga tidak memperhitungkan tarif tol untuk bekal perjalanan,'' katanya.