REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Program Ajengan Masuk Sekolah (AMS) yang digulirkan Pemda Provinsi Jawa Barat akan mulai diterapkan di SMU/ SMK pada tahun ajaran baru 2019 ini. Menurut Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, saat ini Pemdaprov Jabar terus mematangkan perisapan terkait teknis pelaksanaannya.
Uu mengatakan ia telah menggelar rapat dengan para ketua Majelis Ulama Indonesja (MUI) Kabupaten/ Kota se-Jabar terkait program AMS ini. Uu mengatakan, payung hukum tentang program AMS sudah ada, termasuk anggarannya dalam APBD 2019 Jabar.
"AMS harus masuk dan mulai di tahun ajaran baru 2019. Sekarang terus kami matangkan persiapannya, Alhamdulillah payung hukum sudah ada, kemudian anggaran Alhamdulillah juga sudah dialokasikan di APBD murni 2019, tinggal teknisnya" ujar Uu di rumah dinasnya, Senin petang (4/2).
Program serupa, kata Uu, pernah Ia terapkan di Kabupaten Tasikmalaya saat menjadi bupati dan berjalan dengan sukses. Namun kali ini, dalam konteks Jawa Barat harus dikaji lebih dalam karena jumlah siswa dan sekolah yang banyak dengan karakteristik yang berbeda-beda.
Pemprov Jabar pun tetap akan mengakomodir bagi siswa yang beragama bukan Islam. "Sekalipun ini pernah dilakukan di Tasikmalaya, tetapi sekarang konteksnya lebih luas lagi dan masyarakat yang heterogen termasuk ada non muslim yang juga harus terakomodir dan sedang kami bahas pula," katanya.
Untuk tahap awal, kata dia, dalam pelaksanaannya ajengan atau kyai akan mengajarkan langsung kepada murid. Namun, tidak tertutup kemungkinan akan berkolaborasi dengan guru Pendidikan Agama Islam (PAI).
"Nanti kalau guru agamanya sudah bisa kenapa tidak kita kolaborasi dengan guru PAI di sekolah," katanya.
Materi yang diberikan dalam program AMS, kata dia, tidak hanya ceramah keagamaan saja tapi akan sama dengan kurikulum yang diterapkan di pesantren. "Kami ingin memberikan pelajaran tidak hanya dengan pidato tapi teknisnya seperti ajengan di pesantren maka kurikulimnya pun ada kitab kuning dan lainnya supaya mereka tahu," kata Uu.
Terkait ajengan yang akan dilibatkan dalam program tersebut, Uu menyerahkan sepenuhnya ke MUI. Yang pasti ajengan tidak harus memiliki ijazah yang tinggi namun memiliki kapabilitas dan pengalaman di pesantren. Selain itu, ajengan juga akan diprioritaskan yang berdomisili dekat dengan sekolah.
"Ajengan atau kyainya jangan dilihat ijazahnya asal berpengalaman dan mereka dilegalisasi oleh MUI jadi yang berhak menunjuk ajengannya adalah MUI," katanya.
Salah satu tujuan program AMS, kata dia, adalah untuk menangkal faham radikalisme yang rentan di kalangan remaja dan menghilangkan dekadensi atau kemerosotan moral anak. "Insya Allah dengan pendidkan agama yang intens bisa diperbaiki. Memang sudah ada pendidikan agama di sekolah tapi yang jelas tidak akan bertabrakan dengan kurikulum yang ada," katanya.
Ketua MUI Jabar Rahmat Syafei menyambut baik diterapkannya program AMS di sekolah. Namun, ia mnegatakan, perlu dukungan dan komitmen semua pihak karena menyangkut pendidikan karakter akhlak dan meningkatkan kedalaman agama.
"Tadi disampaikan oleh Wagub latar belakangnya itu jangan sampai ajaran agamanya menyimpang seperti radikalisme karena itu MUI menyambut sebab radikalisme atas nama agama sangat bertentangan," kata Rahmat.
Terkait jumlah ajengan yang akan dilibatkan saat ini masih belum ditentukan namun akan disesuaikan dengan jumlah sekolah dan anggaran. "Jumlahnya tergantung ya disesuaikan tapi saat ini belum ditentukan sesuai dengan kebutuhan karena ini berkaitan juga dengan anggaran," katanya.
Menurutnya, ajengan pengertiannya adalah orang yang memahami agama, fasih alquran dan penyebar nilai agama.