REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen IUQI Bogor dan Praktisi Pendidikan Karakater Islami, Ustaz Dr. Hasan Basri Tanjung, MA, ikut menanggapi Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang belakangan menjadi perbincangan. Menurut Ustaz Hasan Basri, RUU tersebut bersifat parsial dan tidak komperhensif.
Artinya, menurut Ustaz Hasan Basri, RUU ini hanya mengatur soal kekerasan seksual dalam berbagai variannya. Tetapi, tidak mencegah terjadinya prostitusi.
"Dengan disahkan RUU ini, bermakna DPR dan pemerintah telah membuka ruang yang seluas-luasnya terhadap pelacuran atau perzinahan yang dilakukan secara sukarela, karena tidak bisa dijerat pidana," kata Ustaz Hasan Basri, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Jumat (1/2).
Artinya, Ustaz Hasan Basri mengatakan perzinahan sukarela atau pelacuran atau hubungan seks bebas yang kini merajarela di tengah masyarakat, akan semakin menjamur dan terang-terangan dilakukan. Dengan perilaku perzinahan yang semakin masif dan sistematis serta dengan berbagai modus tersebut, hal itu dinilainya akan merusak akhlak generasi anak bangsa ke depan.
"Jika pergaulan seks bebas saja tidak menjadi perhatian, maka LGBT menjadi dilupakan oleh RUU ini. Padahal, LGBT jauh lebih berbahaya daripada perzinahan," ucap dia.
Ia berpendapat, dalam RUU itu seharusnya memuat peyimpangan seksual yang dilakukan oleh LGBT atau tindakan sodomi, baik dengan kekerasan maupun sukarela. Faktanya, kata dia, banyak pelaku LGBT tidak bisa ditindak pidana karena belum ada payung hukumnya.
Ustaz Hasan Basri lantas mengapresiasi terhadap beberapa pemerintah daerah yang mulai merancang Peraturan Daerah (Perda) tentang LGBT. Karena itu, ia menekankan sebelum disahkan, DPR harus menunda terlebih dahulu dan membuka telinga dan pikiran dari kalangan akademisi dan pemerhati keluarga akan bahaya RUU ini jika disahkan.
DPR, kata dia, masih memiliki waktu dan tidak perlu ragu mengkaji ulang. "Itu demi masa depan anak bangsa dan peradaban umat manusia di masa depan," tambah Ketua Yayasan Dinamika Umat ini.
RUU PKS akan segera dirampungkan DPR RI. Namun, RUU tersebut mendapat penolakan dengan munculnya petisi di situs Change.org.
Petisi penolakan RUU PKS dibuat oleh Maimon Herawati dengan judul 'Tolak RUU Pro Zina'. RUU tersebut dinilai tidak lengkap dan tidak mengatur kejahatan seksual yang dilarang agama dan nilai tata susila ketimuran. Sebab, hubungan seksual yang bersifat pemaksaan bisa terkena jerat hukum. Sedangkan hubungan seksual yang dilakukan suka sama suka di luar pernikahan terkesan diperbolehkan.