REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan akan memanggil Menkominfo Rudiantara terkait dugaan pelanggaran kampanye pemilu saat acara internal pada pekan lalu. Rudiantara akan dipanggil sebagai terlapor.
"Sebagai terlapor, kami akan memanggil Pak Rudiantara dalam proses pemeriksaan nantinya," ujar Ratna ketika dikonfirmasi pada Ahad (3/2).
Menurut Ratna, saat ini Bawalah sedang memeri berkas laporan dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) terkait ujaran Rudiantara. Dalam laporan itu, Rudiantara merupakan pihak terlapor.
"Kami periksa berkasnya, keterpenuhan syarat formil dan materiil, kalau memenuhi syarat, nanti akan diregistrasi. Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan, pemanggilan para pihak dan saksi termasuk Pak Rudiantara," papar Ratna.
Dia menjelaskan, awalnya Bawaslu ingin menjadikan kasus ini sebagai temuan karena ada video pernyataan Rudiantara yang masuk ke Bawaslu. Namun, karena ada pihak yang melaporkan sebelum Bawaslu melakukan penelusuran, maka Bawaslu akan memproses dugaan pelanggaran Rudiantara sebagai laporan.
"Ini kan sudah ada laporan, maka kami akan memproses karena tentu akan lebih memudahkan. Menurut kami orang yang melaporkan itu adalah orang yang mengetahui peristiwa, maka dia nanti akan menceritakan kronologisnya. Pelapornya biasanya mempunyai alat bukti dan alat bukti itu akan membantu kami dalam proses pemeriksaan," katanya.
Menurut Ratna, Bawaslu menduga Rudiantara menyampaikan imbuan atau pernyataan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan capres-cawapres. Hal inj sebagai diatur dalam Pasal 282 juncto 283 ayat (1) dan ayat (2), juncto 547 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Apakah ada pelanggaran atau tidak, maka harus dilihat unsur-unsurnya, tidak bisa serta merta mengatakan bahwa itu merupakan pelanggaran. Karena itu, penting dilakukan pemeriksaan untuk bisa menyimpulkan ada pelanggaran atau tidak," tegas Ratna.
Sebelumnya, Nurhayati sebagai pelapor dari ACTA mengatakan, tindakan Menkominfo tersebut diduga merupakan tindakan berupa pernyataan yang terkait dengan pemilu. "Karena dengan jelas (Rudiantara) mengatakan kata 'nyoblos'. Selain itu juga menanyakan kepada pegawai tersebut 'Bu, bu, yang bayar gaji ibu siapa sekarang? Pemerintah atau siapa?' Serta pernyataan 'Bukan yang keyakinan ibu?'," kata Nurhayati kepada wartawan saat ditemui di Kantor Bawaslu RI, Jumat (1/2).
Ia menyebut, pernyataan-pernyataan tersebut merupakan imbauan atau seruan yang mengarahkan keberpihakan. Dengan menggiring pola pikir untuk tidak mencoblos pasangan calon nomor urut 02. "Karena yang menggaji bukanlah keyakinan si pegawai, namun adalah pemerintah sekarang yang notabene merupakan paslon presiden 01," imbuhnya.
Ia menambahkan, apa yang dilakukan Menkominfo Rudiantara tersebut patut diduga sebagai pelanggaran terhadap Pasal 282 juncto 283 ayat (1) dan ayat (2), juncto 547 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Laporan ini terjadi setelah beredar video interaksi Menkominfo Rudiantara dengan salah seorang ASN saat acara internal di Jakarta, Kamis (31/1) lalu.
Kejadian berawal ketika Rudiantara meminta pegawai Kominfo memilih stiker sosialisasi Pemilu 2019 yang akan ditempel di kompleks kementerian tersebut. Kedua stiker, stiker satu dan stiker dua, memiliki warna berbeda.
Saat diminta memilih, para pegawai pun bersorak memberikan jawabannya nomor satu atau dua. Menanggapi gelagat yang menjurus itu, menkominfo pun menegaskan bahwa pemilihan tersebut tidak ada kaitannya dengan pemilu, melainkan hanya memilih stiker.
Hasilnya, stiker nomor dua yang dipilih. Setelah itu, menkominfo meminta seorang ASN maju untuk menjelaskan mengapa ia memilih stiker nomor dua.
Menurut keterangan resmi Kemenkominfo pada Jumat, ASN yang diminta maju oleh menteri mengasosiasikan nomor rancangan stiker dengan nomor urut capres pilihannya di pemilu. Media memberitakan, Rudiantara menyindir ASN itu dengan menanyakan siapa yang menggajinya.
"Bu, Bu, yang bayar gaji ibu siapa sekarang? Pemerintah atau siapa?" katanya.