Ahad 03 Feb 2019 05:14 WIB

Qatar, Sang Juara di Antara Kepungan Blokade Negara Arab

Qatar berhasil menjadi juara Piala Asia 2019 yang digelar di Uni Emirat Arab.

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Andri Saubani
Para pemain Qatar membawa trofi Piala Asia setelah berhasil menjadi juara pada turnamen yang digelar di Uni Emirat Arab.
Foto: AP Photo/Hassan Ammar
Para pemain Qatar membawa trofi Piala Asia setelah berhasil menjadi juara pada turnamen yang digelar di Uni Emirat Arab.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Reja Irfa Widodo

Buat publik Qatar, keberhasilan timnas Qatar menjuarai Piala Asia 2019 di Uni Emirat Arab terasa kian manis, terutama jika menilik kondisi geopolitik Jazirah Arab dalam dua tahun terakhir. Sejak 2017, negara-negara Arab, yang dimotori Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Mesir, memang telah melakukan blokade terhadap Qatar.

Dalam blokade tersebut, Qatar dilarang menggunakan dan melintasi jalur darat, laut, dan udara dari dan ke sejumlah negara-negara tetangga, seperti Bahrain, UEA, Mesir, Yaman dan Arab Saudi. Selain lima negara tersebut, empat negara lain, yaitu Mauritius, Mauritania, Maladewa, dan Libya, juga menyerukan blokade terhadap Qatar.

Blokade ini juga berlaku bagi warga negara Qatar yang berada di Arab Saudi, UEA, dan Bahrain. Mereka diminta meninggalkan negara-negara tersebut dalam 14 hari sejak kebijakan tersebut diresmikan. Selain itu, ketiga negara itu juga melarang warganya untuk mengunjungi Qatar.

Alhasil, negara dengan penduduk sekitar dua juta jiwa itu seolah menjadi pesakitan di Jazirah Arab. Imbasnya, distribusi sejumlah barang-barang kebutuhan pokok di Qatar sempat terganggu. Memang, meski Qatar merupakan negara kaya akan minyak dan gas, namun kebutuhan sehari-hari tetap dipasok lewat jalur distribusi, yang melalui Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Pembekuan hubungan diplomatik terhadap Qatar ini disebut-sebut menjadi krisis diplomasi terbesar di Jazirah Arab dalam 10 tahun terakhir. Blokade terhadap Qatar ini berpangkal dari tudingan UEA dan Arab Saudi, yang menyebut Qatar ikut membantu, mendukung, dan mendanai sejumlah organisasi teroris. Krisis diplomatik ini pun terus terjadi hingga saat ini, dan sempat mengganggu persiapan Qatar mengikuti Piala Asia 2019.

Demi bisa mengikuti gelaran Piala Asia 2019, para pemain dan ofisial Qatar harus melewati jalan memutar, melalui Kuwait, agar bisa tiba di UEA, lokasi penyelenggaraan Piala Asia 2019. Blokade ini pun membuat warga negara Qatar tidak memiliki kesempatan untuk mendukung tim kesayangannya secara langsung di UEA.

Panasnya hubungan diplomati Qatar dengan UEA ini tergambar di partai semifinal Piala Asia 2019. Di laga itu, Qatar berhasil mengalahkan tuan rumah, 4-0. Buntutnya, lemparan sepatu, sandal, dan botol minuman dilayangkan para penggemar tuan rumah kepada para pemain Qatar pascalaga yang digelar di Stadion Mohammed Bin Zayed, Abu Dhabi, tersebut. Sayangnya, AFC selaku federasi sepak bola Asia tidak melakukan langkah lanjutan terkait aksi para penggemar UEA tersebut.

Tidak berhenti sampai di situ, pascalaga semifinal tersebut, otoritas sepak bola UEA juga sempat meminta kepada AFC untuk mencoret Qatar dari gelaran Piala Asia 2019 lantaran dinilai menurunkan dua pemain yang tidak boleh dimainkan. Namun, AFC bergeming dan tetap mengizinkan Qatar berlaga di partai final, menghadapi Jepang.

Sejarah pun mencatat. Tepat di jantung Uni Emirat Arab, negara yang memboikot mereka sejak dua tahun lalu, Qatar justru mampu merasakan kejayaan dengan torehan trofi perdana mereka di kompetisi internasional. Lewat sepak bola, Qatar akhirnya mampu 'membalas' blokade yang mereka rasakan dalam dua tahun terakhir.

Pascakemenangan di Abu Dhabi itu, pesta pun langsung digelar di Ibukota Qatar, Doha. "Mereka adalah pahlawan-pahlawan kami. Mereka membuat kepala kami tetap tegak. Jika tidak ada blokade, saya ingin pergi ke sana dan mendukung langsung mereka. Namun, yang terpenting adalah kami justru bisa menang di sana," kata salah satu warga Qatar, Salman Mohammed, seperti dikutip Al Jazirah, Jumat (1/2) waktu setempat.

Kemenangan di Piala Asia 2019 ini kian meningkatkan optimisme Qatar, yang bakal menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Al Annabi, julukan timnas Qatar, tentu tidak ingin hanya menjadi bulan-bulanan di ajang sepak bola paling bergengsi sejagat tersebut. Pun dengan usaha Qatar untuk menunjukan kualitas mereka sesungguhnya dan tampil kompetitif, bukan hanya tampil lantaran sebagai tuan rumah.

"Ini menjadi hal terbesar buat negara kami dan pertanda bagus sebelum Piala Dunia datang ke negara kami. Saya sangat bangga pada timnas kami," ujar salah satu warga Qatar, Mohammed Reza.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement