Ahad 03 Feb 2019 06:19 WIB

'Dua Kutub' Makna Hijab di Peringatan Hijab Sedunia

Hijab bukan sekadar penutup kepala tetapi hijab adalah identitas.

Perempuan di New York memperingati Hari Hijab Sedunia
Foto: Aa.com
Perempuan di New York memperingati Hari Hijab Sedunia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Kamran Dikarma

Banyak orang di dunia yang belum memahami tentang arti hijab bagi seorang Muslimah. Di negara-negara dunia, bukan hanya hijab yang belum dimengerti, melainkan umat Muslim dan agama Islam pun tak mereka akrabi dan ketahui. Bahkan, di beberapa negara bermunculan Islamofobia dan merebaknya pemahaman keliru bahwa agama Islam terkait dengan aksi kekerasan dan terorisme.

Karena itulah, wanita Muslimah di London, Inggris, dan New York, Amerika Serikat (AS), berupaya untuk memberikan pemahaman tentang Islam dan diawali dengan memaknai hijab bagi mereka. Mereka mewujudkannya dalam merayakan Hari Hijab Sedunia pada Jumat (1/2). Selain mengampanyekan tentang makna hijab dan Islam, mereka turut mendiskusikan perihal cara menghadapi Islamofobia.

Hari Hijab Sedunia baru pertama kali dirayakan di London. Sejumlah Muslimah di sana berkumpul untuk membahas masalah-masalah yang mereka hadapi. Saima, seorang pekerja amal di Human Relief Foundation, ikut berpartisipasi dalam perayaan di London.

Menurut dia, masyarakat Inggris memang perlu memahami tentang arti hijab bagi seorang wanita Muslim. Sebab ketidaktahuan adalah faktor utama timbulnya diskriminasi.

"Sangat penting untuk memiliki hari saat hijab diakui, terutama dalam iklim saat ini ketika Islamofobia sedang meningkat dan ada banyak ketidaktahuan seputar hijab serta mengapa wanita Muslimah memakainya," ujar Saima, dikutip laman Anadolu Agency.

Berbicara tentang hijab, menurut Saima, selalu ada dua kutub yang berseberangan. Di satu sisi, orang hanya menganggapnya sebatas kain penutup sehingga mereka mudah memerintahkan wanita Muslimah melepas hijab dari kepalanya.

Di sisi lain, hijab dianggap bermakna lebih dalam bagi mereka yang mengenakannya. "Bukannya menjadi pakaian, hijab memainkan peran kunci dalam identitas individu."

Berbeda dengan London, wanita Muslimah di New York merayakan Hari Hijab Sedunia dengan melakukan aksi di Balai Kota. Mereka mengampanyekan tentang makna mengenakan hijab dalam Islam.

Aksi itu diikuti oleh Nazma Khan, Muslimah asal Bangladesh yang tinggal di New York. Dialah yang pertama kali mencetuskan Hari Hijab Sedunia. Saat ini Hari Hijab Sedunia telah menjadi nama sebuah organisasi nirlaba yang fokus memerangi diskriminasi terhadap Muslimah melalui kesadaran dan pendidikan.

Saat mengikuti aksi tersebut, Khan dan Muslimah lainnya merentangkan sebuah poster bertuliskan "Hijab adalah Kesederhanaan dan Martabat Kami" dan "Hijab adalah Privasi Saya". Menurut dia, kampanye semacam itu penting untuk menumbuhkan kesadaran.

"Tumbuh di Bronx, New York, saya mengalami banyak diskriminasi karena hijab," kata Khan menceritakan awal mula dia mencetuskan Hari Hijab Sedunia pada 1 Februari 2013.

Saat pertama kali datang ke AS pada usia 11 tahun, Khan kesulitan beradaptasi di sekolah karena menjadi satu-satunya siswa berhijab. Kala itu, Khan kerap dilecehkan dengan panggilan "batman" atau "ninja". Saat kuliah pun, diskriminasi tak berhenti. Teman-temannya kerap memanggil dia "Usamah bin Ladin" atau "teroris".

"Itu mengerikan. Satu-satunya cara mengakhiri diskriminasi adalah meminta saudara perempuan kita mengenakan hijab sendiri," kata Khan.

Kendati gencar melakukan kampanye, Khan tak memungkiri bahwa aksi kebencian terhadap Muslimah tetap tumbuh. "Sekarang, terutama dalam dua tahun terakhir, kebencian ada di ketinggian yang berbeda," ujar Khan.

Menurut situs Hari Hijab Sedunia, pada 1 Februari lalu, wanita di 190 negara berpartisipasi dalam perayaan itu. "Ini akan membawa kesadaran kepada orang-orang. Mereka akan dididik tentang hijab dan mudah-mudahan, insya Allah, kita dapat mengurangi diskriminasi terhadap Muslimah berhijab," kata Khan.

(ed: dewi mardiani)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement