Sabtu 02 Feb 2019 19:51 WIB

Dihukum Push Up, Murid SD di Depok Masih Trauma

KPAI mengatakan korban hukuman push up belum bersedia diajak bicara.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Reiny Dwinanda
Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti
Foto: Republika/Rusdy Nurdiansyah
Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penanganan kasus hukuman push up terhadap pelajar di SD swasta di kawasan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat terus berlanjut. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) masih terus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat untuk memastikan kelanjutan pendidikan korban.

Menurut Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Lisyarti, korban masih belum bisa ditanyai. Sejauh ini, baru keterangan dari kakak korban yang bisa didapatkan oleh Dinas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Depok, Jawa Barat.

Baca Juga

"Korban belum bersedia diajak bicara," ujar Retno, Sabtu (2/2).

Retno mengungkapkan, korban dengan inisial GNS mengaku dihukum push up 100 kali oleh pihak sekolah karena orang tuanya belum melunasi uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Sejak itu, korban menjadi trauma berat hingga tidak mau lagi datang ke sekolah.

Retno akan melakukan koordinasi dengan pihak Dinas Pendidikan kabupaten Bogor dan Kota Depok terkait kelanjutan pendidikan korban. Tidak hanya itu, Retno juga sudah melakukan koordinasi dengan Dinas P2TP2A Kota Depok mengingat korban secara administrasi bertempat tinggal di wilayah Kota Depok, namun lokasi sekolah masuk wilayah kabupaten Bogor.

Retno mengatakan, jika orang tua GNS setuju, anandanya akan difasilitasi untuk pindah ke sekolah negeri di Depok. KPAI akan melakukan pengawasan terhadap implementasi dari program pemulihan psikologis korban, termasuk pengawasan terhadap proses rehabilitasi kesehatan korban yang mengalami sakit pada bagian perut setelah melakukan push up.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement