Sabtu 02 Feb 2019 12:49 WIB

Kisah Sufi Bosnia dan Doa yang tak Bisa Tertukar

Ternyata doa seorang ulama sufi tak bisa ditukar karena dia dijaga lidahnya.

Rumah sufi di Mostar
Foto: Muhammad subarkah
Rumah sufi di Mostar

Oleh: Edin Hadzalik, Penulis asal Bosnia Herzegovina

Di Mostar Bonsia, pernah ada seorang alim-arif Mustafa Ejubović (1651 – 16 Julu 1707), dikenal lebih luas dengan Hadrati Syaikh Yuyo (jujo). Dalam masyarakat Islam sampai hari ini ada beberapa hikayah yang diceritakan mengenai sosoknya. Antara lain ada satu cerita yang cukup mengerikan.

Kisahnya begini. Biasanya di halaman atau samping masjid selalu ada tersedia keranda, untuk dipakai pas ada kebutuhan mengantarkan mayat ke pemakaman. Sering pemuda Islam untuk membuktikan keberanian mereka buat kenakalan dengan memainkan keranda itu.

Lazimnya, biasanya ada salah satu anak akan berbaring di dalamnya ditutup dengan kain hijau dan teman temanya angkat membahu dan bawa mengelilingi  masjid. Ini merupakan sebuah kenakalan yang biasa untuk para remaja atau kaum muda.

Namun satu ketika Hadrati Syaikh Yuyo (yang dikenal sebagai wali keramat pada orang dewasa) melihat kelakuan iseng para remaja  itu dapat ide “ngerjain”. Mereka kemudian menaruh salah satu dari teman mereka pada keranda tutup dengan kain hijau dan bawa di atas bahu. Ketika itu Syaikh Yuyo tengah lewat depan masjid. Di sana para remaja itu memintanya untuk menshalatkan jenazah yang mereka bawa.

photo
Makam seorang sufi di Bosnia (Muhammad Subarkah)

Dan Syaikh Yuyo pun setuju. Namun ketika berdiri di depan keranda sebagai imam shalat jenazah beliau terlebih dahulu menghadap kepada para remaja yang berada dibelakangnya yang menjadi makmun dan telah membentuk shaff untuk shalat janazah. Dia kemudian bertanya kepada para remaja itu.

”Yang kalian mau dishalatkan yang hidup apa yang mati?,’’  tanya Syaikh Yuyo

Para remaja menjawab “Iya untuk mati, masa ada solat janazah untuk yang hidup?”

Tak cukup bertanya sekali, beliau bertanya sampai sebanyak tiga kali. Uniknya setiap kali mereka di tanya jawabnya masing masing dibilang untuk yang mati.

Beliau bertanya kepada anak-anak remeja:” Kalian kenal almarhum sebagai orang baik?”

Para remaja menjawab “betul, orang baik”! “Semoga semua dosanya diampuni oleh Allah SWT, semoga khusnul khatimah,” berkata Syaikh Yuyo dan para remaja mengamini :”Aamiiiiin”

Lalu Hadrati Syaikh Yuyo berkata kembali, "Baik kalau begitu kami akan shalatkan jenazah untuk seorang laki-laki yang dewasa,’’ katanya. Setelaah itu beliau mulai mengimami solat jenazah itu.

Para remaja yang di belakang menahan tawa karena berhasil “kerjain” seorang ulama yang disegani seluruh masyarakaat.

photoRumah Rumah seorang sufi di Mostar Bosnia. Di depannya ada lambang khas sufi yakni tanaman bunga mawar (foto: Muhammad Subarkah

Betul saja, setelah selasai shalat dan ucap salam ke bahu kiri, pecahlah tawa para remaja dengan tawa terbahak-bahak. Mereka merasa berhasil menipu dan mengerjai  seorang Hadratul Syaikh. Namun Syaikh Yuyo tak tahu itu. Seusai shalat dia langsung meninggalkan lokasi.

Setelah itu, tentu saja para remaja  merayakan keberhasilan penipuan itu. Mereka kemudian memanggil teman mereka yang tadi pura-pura menjadi mayat.

Celakanya, meski mereka panggil namun dia tidak menyahut atau bangun. Dia tetap tak bergerak. Di bawah kain hijau itu tidak terdengar suara apapun. Ketika mereka membuka kain hijau mereka lihat teman mereka sudah kaku, sudah mati.

Mereka baru sadar bahwa doa seorang Syaikh (guru/ulama sufi atau di Jawa disebut wali) tak bisa dianggap main-main sebab tindakan dan lidah dia memang terjaga. Dari main-main ternyata jadi benaran!

photo
Rumah sufi di Bosnia yang sangat cantik karena di tepi hulu sungai yang jernih dan di tebing pegunungan yang berhutan. Pengunjung sekarang bisa makan ikan panggang khas Bosnia yang sangat lezat di sana. Tempat ini menjadi tempat wisata. (muhammad subarkah)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement