Sabtu 02 Feb 2019 10:07 WIB

Pasangan Indonesia Pelaku Bom Gereja di Filipina?

Kemenlu RI belum dapat dimintai keterangan terkait klaim Filipina.

Kondisi gereja Katedral Romawi di Jolo, provinsi Sulu, Filipina usai dihantam dua bom, Ahad (27/1)
Foto: WESMINCOM Armed Forces of the Philippines Via AP
Kondisi gereja Katedral Romawi di Jolo, provinsi Sulu, Filipina usai dihantam dua bom, Ahad (27/1)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Lintar Satria

MANILA -- Menteri Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano mengatakan, ledakan di Gereja Katolik di Pulau Mindanao, Kota Jolo, Provinsi Sulu, Ahad (27/1), merupakan bom bunuh diri. Dia mengklaim, pengebom bunuh diri adalah pasangan suami-istri asal Indonesia yang dibantu oleh ISIS.

"Mereka orang Indonesia," kata Ano yang merupakan mantan kepala militer kepada CNN Filipina, Jumat (2/2). "Saya yakin mereka orang Indonesia."

Peristiwa bom bunuh diri kembar yang dilakukan jaringan terorisme bukan saja terjadi di Filipina. Pada Mei 2018, bom bunuh diri terjadi di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, yaitu Gereja Pantekosta, GKI, dan Gereja Santa Maria.

Hingga kini serangan di gereja tersebut telah menewaskan 22 orang serta melukai lebih dari 100 orang lainnya, termasuk warga sipil dan tentara. Sebelumnya, kelompok ISIS mengaku bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Padahal, serangan semacam itu hampir tidak pernah terdengar di Filipina.

Ano juga mengatakan, kesimpulan pelaku tersebut berdasarkan informasi yang diberikan oleh saksi dan sumber yang tidak diungkapkan. Menurut dia, pasangan itu mendapat bantuan dari kelompok Abu Sayyaf, kumpulan militan yang terkenal sering menculik. Namun, kata dia, serangan itu direncanakan di bawah instruksi ISIS.

Pernyataan Ano ini menjadi kesimpulan terbaru dalam penyelidikan kasus yang penuh dengan laporan yang tidak konsisten dan saling bertentangan. Menurut salah satu penyidik, investigasi kasus ini diperumit dengan tempat kejadian perkara yang sudah tidak utuh.

Sebelumnya para petugas polisi setempat mengatakan, bom diledakkan melalui detonator jarak jauh. Namun, kemudian Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan serangan ini dilakukan dengan bom bunuh diri. Pernyataan Duterte ini didukung oleh menteri pertahanannya.

Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana mengatakan, hasil pemeriksaan tas di pintu masuk gereja menunjukkan sulit meletakkan bom di sana. Karena itu bom bunuh diri lebih masuk akal.

"Menurut penyidik forensik, bagian tubuh (pelaku) ini dapat berasal dari dua orang, satu di dalam gereja dan satu lagi di luar," kata Lorenzana.

Serangan di Filipina ini membangkitkan kekhawatiran tentang pengaruh ISIS di Asia Tenggara. Banyak yang khawatir para teroris dari Malaysia, Indonesia, dan tempat lainnya tertarik untuk datang ke Mindanao.

Pemerintah Filipina sudah memberlakukan darurat militer di Mindanao sejak para pemberontak dan teroris menyerang Mirawi City pada 2017 lalu. Mereka bertahan selama lima bulan dari serangan udara yang terlihat seperti perang di Suriah dan Irak.

Bom bunuh diri itu terjadi setelah diadakannya referendum damai pada 21 Januari lalu. Referendum itu memberikan otonomi kepada masyarakat Muslim Mindanao kecuali kelompok Abu Sayyaf.

Pada Rabu (30/1) lalu, dua orang tewas dan empat lainnya luka dalam serangan lemparan granat di masjid di Kota Zamboanga Pulau Mindanao, provinsi mayoritas Kristen. Para korban tengah tertidur di dalam masjid saat granat meledak di masjid.

Lorenzana menegaskan, tidak ada keterkaitan antara bom gereja dan serangan ke masjid. Ia juga mengulangi apa yang dikatakan komandan keamanan setempat yang mengatakan serangan granat ke masjid itu 'bukan serangan balasan'.

Dewan Ulama Zamboanga menyebut serangan itu sangat jahat, tidak masuk akal, dan tidak manusiawi. Sementara gubernur setempat mengatakan serangan terhadap gereja dan masjid saat masyarakat melaksanakan ibadah masing-masing sebagai tindakan pengecut dan rendah.

"Kami harus bersatu untuk melawan teroris yang sudah memecah belah kami dan juga menghancurkan apa yang tengah kami bangun dan dirikan di komunitas kami," kata Gubernur Mindanao Mujiv Hataman melalui Facebook.

Muslim adalah populasi minoritas di Filipina. Namun, mereka mayoritas di Mindanao. Seperempat populasi di provinsi itu adalah Muslim, tapi di Mindanao sangat jarang terjadi kekerasan komunal.

Selanjutnya, pada Kamis (31/1), militer Filipina melancarkan serangan udara terhadap kelompok teroris lokal di provinsi selatan Sulu. Lorenzana mengatakan, pihak berwenang telah mengintensifkan operasi terhadap pecahan kelompok Abu Sayyaf tersebut. Serangan juga termasuk serangan udara di beberapa bagian kota Jolo.

Presiden Rodrigo Duterte, kata Lorenzana, menekankan agar Abu Sayyaf dimusnahkan. "Militer telah menerima laporan tentang kemungkinan serangan teroris di provinsi itu pada Agustus tahun lalu," katanya dilansir Strait Times.

(reuters ed: ilham tirta)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement