REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kondisi ekonomi global menjadi kekhawatiran para investor. “Sebanyak 40,1 persen investor institusi menjadikan ekonomi global sebagai faktor risiko yang paling dikhawatirkan,” kata Damhuri Nasution, Panel Ahli Katadata Insight Center (KIC) dalam siaran persnya, Rabu (30/1).
Kekhawatiran tersebut terungkap dari hasil survei kepada 172 investor institusi yang mengelola dana lebih dari Rp 500 triliun. Investor institusi yang mengkhawatirkan kondisi politik domestik sebanyak 25,6 persen dan kondisi keamanan sebanyak 20,3 persen. Sedangkan, investor yang menjadikan kondisi ekonomi dalam negri sebagai faktor risiko hanya 4 persen.
Damhuri menjelaskan berdasarkan hasil survei tersebut dapat diketahui keyakinan investor institusi terhadap kondisi ekonomi dan pasar keuangan pada saat survei dilakukan (Desember 2018) dan 3 bulan ke depan (Januari – Maret 2019). Gambaran persepsi atau keyakinan investor tersebut disusun dalam Katadata Investor Confidence Index (KICI).
Dari indeks (KICI) ini bisa diketahui apakah investor cenderung pesimistis atau optimistis dalam melihat perkembangan ekonomi dan pasar keuangan. Sedangkan, jika di atas 101-200, maka persepsi investor terhadap ekonomi dan pasar keuangan sedang optimistis. Angka indeks 100 dikategorikan netral. Investor yang dimaksud adalah Manajer Investasi, Asuransi dan Dana Pensiun.
Menurut Damhuri, dari hasil survei triwulan I 2019 menunjukkan indek KICI berada pada level 139,1. Angka ini menandakan bahwa sebagian besar investor institusi optimistis melihat kondisi ekonomi dan pasar keuangan Indonesia pada saat ini (Desember 2018) dan 3 bulan ke depan.
“Bahkan, Dana Pensiun lebih optimistis dibandingkan Manajer Investasi dan Asuransi melihat prospek tiga bulan ke depan,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Head of Danareksa Research Institue tersebut.
Meski cenderung optimistis terhadap kondisi ekonomi dan pasar keuangan, menurut Damhuri, faktor ekonomi global memang menjadi perhatian utama para investor. Mereka khawatir karena kondisi ekonomi global menujukkan tren melambat sering merebaknya perang dagang Amerika Serikat (AS) – Tiongkok dan normalitas kebijakan moneter AS.
Wahyu Prasetyawan, Panel Ahli KIC lainnya menambahkan meski menghadapi pilpres, faktor politik memang tidak terlalu dikhawatirkan oleh investor seperti halnya kondisi ekonomi global. Bahkan hasil survei KICI menunjukkan bahwa 66,3 persen responden menyatakan kondisi politik saat survei dilakukan masih kondusif.
Begitupun untuk tiga bulan kedepan, meski jumlahnya menurun, sebanyak 54 persen responden menyatakan bahwa kondisi politik domestik masih stabil dan sangan stabil.
Dengan adanya keyakinan soal stabilitas politik dan ekonomi salam negeri, para investor pun memiliki optimisme tinggi terhadap prospek pasar keuangan di Indonesia.
Buktinya, sebagian besar investor (84,3 persen) memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan menigkat dalam tiga bulan ke depan. Daei investor yang optimistis tersebut, malah separuh di antaranya berkeyakinan IHSG akan naik lebih dari 3 persen.
“Hanya 15,7 persen yang mempekirakan indeks saham akan turun,” kata Wahyu yang merupakan Visiting Associate Professor di National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS), Tokyo, Jepang.
Selain optimistis bahwa IHSG bakal naik, para investor juga meyakini bahwa saham merupakan portofolio investasi paling menarik ketimbang obligasi dan pasar uang, khususnya bagi Manajer investasi dan Asuransi. Karena itu, sebanyak 47,7 persen investor akan mempertahankan proposi portofolio sahamnya seperti semula.
Sedangkan, sebanyak 37,8 persen responden justru akan memperbesar porsi investasi saham dalam tiga bulan mendatang. “Yang berniat memperkecil investasi saham hanya 14,5 persen investor,” kata Damhuri menambahkan