REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemanasan global yang terjadi sejak tahun 2000-an telah mengacaukan puncak siklus penyakit demam berdarah dengue (DBD) setiap lima tahun sekali.
Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengakui dulu puncak siklus DBD terjadi setiap lima tahun sekali sebelum era tahun 2000-an."Kami punya data (kasus DBD) sejak 1998 dan melihat setiap lima tahun terjadi puncak siklus DBD tetapi kenyataannya adanya perubahan iklim sejak awal 200-an seperti mencairnya es, pemanasan global telah mempengaruhi semua termasuk DBD," ujarnya saat konferensi pers mengenai DBD, di Jakarta, Rabu (30/1).
Ia menyebutkan puncak DBD pernah terjadi di 2012 tetapi kemudian siklus itu kembali muncul empat tahun kemudian di 2016. Artinya, dia melanjutkan, pola puncak siklus DBD tidak teratur pascapemanasan global.
"Kini kita tidak tahu apakah 2019 juga merupakan siklus terjadi puncak siklus DBD atau hanya peningkatan kasus biasa," ujarnya.
Sebelumnya, ia mengungkap DBD lima tahun terakhir berturut-turut yaitu sejak 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, hingga 2019.
"Jumlah penderita DBD pada 2014 sebanyak 100.347 orang, kemudian 2015 sebanyak 129.650, kemudian di 2016 sebanyak 204.171. Kemudian di 2017 sebanyak 68.407, kemudian 2018 sebanyak 53.075, dan 2019 sebanyak 13.683 orang," katanya saat konferensi pers update update DBD, di Jakarta, Rabu (30/1).
Sementara itu, jumlah penderita DBD yang meninggal pada 2014 sebanyak 907 jiwa, tahun berikutnya 1.071 jiwa, kemudian di 2016 sebanyak 1.598 jiwa, dan 2017 sebanyak 493.
"Kemudian selama 2018 sebanyak 344 jiwa dan di 2019 (hingga 29 Januari 2019) sebanyak 133 jiwa," ujarnya.
Adapun untuk case fatality rate (CFR) DBD yaitu angka yang dinyatakan ke dalam persentase yang berisikan data orang mengalami kematian akibat DBD pada 2014 yaitu 0,9 kemudian di 2015 sebesar 0,83, kemudian di 2016 sebesar 0,78 dan 2017 yaitu 0,72. Kemudian CFR di 2018 0,65 dan 2019 sebesar 0,94.
Sementara itu, ia menyebut insidence rate (IR) DBD atau frekuensi penyakit dalam masyarakat di Indonesia pada waktu tertentu/ 100.000 penduduk (pddk) pada 2014 yaitu 39,83, kemudian 2015 sebanyak 50,75. Setelah itu di 2016 sebanyak 78,85, dan di 2017 yaitu 26,10, dan 2018 sebesar 20,01, serta 2019 sebanyak 5,08.