Rabu 30 Jan 2019 05:01 WIB

Koes Plus, Ahmad Dhani: Kisah Pengap Penjara Musik Indonesia

Dari dahulu musik Indonesia kerap membuat lagu ekpresi bernuasa protes kekuasaan.

Terpidana kasus ujaran kebencian Ahmad Dhani berjalan menuju mobil tahanan seusai menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (28/1/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Terpidana kasus ujaran kebencian Ahmad Dhani berjalan menuju mobil tahanan seusai menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (28/1/2019).

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Ini kisah tentang musik dan pengap penjara dalam musik Indoneisa. Dahulu, pada tahun 1970-an ada lagu hidup di dalam bui yang dinyanyikan suara muda pesohor D'llyos asal aceh: Syam. Lengking merdunya lestari hingga sekarang. Laris manis di Karaoke. Lirik lagunya ditulis oleh Bartje Van Houten:

Hidup di bui bagaikan burung

Bangun pagi makan nasi jagung

Tidur di ubin pikiran bingung

Apa daya badanku terkurung

Terompet pagi kita harus bangun

Makan diantri nasinya jagung

Tidur di ubin pikiran bingung

Apa daya badanku terkurung

Oh kawan, dengar lagu ini

Hidup di bui menyiksa diri

Jangan sampai kawan mengalami

Badan hidup terasa mati

Apalagi penjara zaman perang

Masuk gemuk pulang tinggal tulang

Karena kerja secara paksa

Tua-muda turun ke sawah

Oh kawan, dengar lagu ini

Hidup di bui menyiksa diri

Jangan sampai kawan mengalami

Badan hidup terasa mati

Apalagi penjara zaman perang

Masih gemuk namun tinggal tulang

Karena kerja secara paksa

Tua-muda turun ke sawah

Entah mengapa lagu ini terasa tepat ketika mengiringi kepergian Ahmad Dani untuk masuk ke dalam sel penjara Cipinang. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin lalu, telah memutuskan Dhani dipenjara selama 1,5 tahun atas pidana ujaran kebencian. Celakanya, padahal dia tinggal beberapa hari lagi harus mengadakan konser bersama 'Dewa' di Malaysia. Tentu saja pihak manejer dan penyanyi Ari Lasso mengatakan bila Dani tak bisa manggung di konser itu. Banyak calon penonton fans dewa dari Jakarta yang akan ke Kuala Lumpur khusus untuk menonton konser itu menjadi merasa kecewa.

Dalam catatan sejarah musik Indonesia, baru dua pentolan musik yang masuk bui gara-gara soal politik. Pemusik lain pun sebenarnya banyak juga yang dibui tapi kasusnya bukan 'keren' karena tersangkut penyalahgunaan Narkoba. Dulu di pertengahan 1965 ada grup musik anak muda yang berasal dari Tuban yang legendaris yakni Koes Plus. Kini ada pentolan musik asal Surabaya, Ahmad Dhani.

Tapi sebelum mengupas berbagai lagu itu, dahulu memang ada sebuah lagu yang banyak mengantar orang meringkuk ke penjara. Bahkan lagu ini identik dengan partai terlarang PKI. Lagu itu adalah 'Genjer-Genjer'. Lagu ini asalnya merupakan lagu daerah asal Banyuwangi. Lagu ini identik dengan aktivitis partai terlarang tersebut. Dan makin terkenal ketika menjadi latar belakang salah satu penggalan skuel film legendaris 'Pengkhianatan G30SPKI' karya Arifin C Noer.

Sama dengan kasus yang dahulu, penahanan Ahmad Dhani dipenjara menjadi buah bibir banyak orang. Tak hanya orang biasa, pejabat negara hingga politisi pun ikut membahasnya. Apalagi Dhani selama ini kental dengan dunia politik. Entah mengapa hari-hari terakhir ini Dhani getol berpolitik. Dia sempat mengaku kecenderungannya itu muncul dari tradisi ayahnya yang juga seorang politisi.

Namun sebelum membahas ke sana ke mari, maka kita kenangkan apa yang terjadi ketika dahulu Koes Bersaudara (kemudian menjadi Koes Plus) ditangkap dan menginap sekitar tiga bulan di Penjara Glodok, Jakarta. Memang sama dengan Dhani yang dibawa ke sel setelah ada vonis, Koes Plus ditangkap aparat keamanan lebih tragis. Mereka ditangkap usai pertunjukan 'terkena gebrekan'. Uniknya lagi, padahal acara itu dihadiri berbagai orang penting hingga pejabat diplomat seperti duta besar Amerika Serikat.

Mendiang Yon Koeswoyo dalam sebuah perbincangan mengatakan mereka kala itu mereka memang tengah asyik 'gonjang-ganjreng' alias pagelaran musik tengah ditabuh. Mereka lalu menyanyikan lagu-lagu The Beatles yang saat itu sangat kondang. ''Mas Tony memang tergila-gila pada lagu mereka. Terutama pada sosok John Lenon', kata Yon.

Nah, ketika mereka tengah menyanyikan lagu hits dunia The Beatles ' I saw Tsnading There' tiba-tiba muncul timpukan batu ke arah mereka. Arah lemparan batu berasal dari luar rumah. Usut punya usut sambitan itu berasal di luar rumah. Di sana memang sudah sudah berkumpul sekelompok masa yang tengah kalap. Tak cukup hanya dengan melempar batu, mereka  ribut sembari berteriak-teriak: “Ganyang Nekolim!”, “Ganyang Manikebu!”, dan “Ganyang Ngak-Ngik-Ngok!”

Maka tentu saja konser pun bubar. Para tamu lari lintang pukang menyelamatkan diri. Seorang diplomat dengan nomor CD 12-29 berhasil meloloskan diri meski dengan kondisi ban mobilnya di kempesi. Koes Bersaudara tak bisa lari. Mereka ditangkap sembari dituntut minta maaf. Akibat selanjutnya, selang lima hari kemudian mereka dipanggil polisi atas tuduhan menentang kebijakan negara. Tak hanya itu, peralatan musiknya pun disita.

Tuduhan menentang kebijakan negara kepada Koes Plus saat itu memang sangat serius. Apalagi udara politik Indonesia kala itu penuh jargon nasionalisme. Jargonnya adalah musik untuk rakyat, mandiri dalam budaya. Sesuai dengan visi Presiden Sukarno yang diucapkan pada 17 Agustus 1959: Manipol Usdek.

Kala itu memang ada seruan dari Bung Karno.“Dan engkau, hei pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi, engkau yang tentunya anti-imprialisme ekonomi, engkau yang menentang imperialisme politik; kenapa di kalangan engkau banyak jang tidak menentang imperialisme kebudayaan?

Lanjut Sukarno, tapi “Kenapa di kalangan engkau banjak jang masih rock-‘n-roll-rock-‘n-rollan, dansi-dansian ala cha-cha-cha, musik-musikan ala ngak-ngik-ngok, gila-gilaan, dan lain-lain sebagainja lagi? Kenapa di kalangan engkau banjak jang gemar membatja tulisan-tulisan dari luaran, jang njata itu adalah imprialisme kebudajaan.

Dan ketika ditanya soal kasus itu, mendiang Yon mengatakan pengalaman pahit sekaligus membuatnya terharu. Pahit karena menjalani hidup susah dalam penjara. Terharu, ketika dia beberapa tahun ke depan --setelah masa Orde Baru -- Koes Plus diberi tahu bahwa maksud pemenjaraan itu sebenarnya untuk diplot membantu negara.''Koes Plus akan dibiarkan pergi ke Malaysia untuk dijadikan mata-mata Indonesia. Kami jelas bangga karena dianggap mampu membantu negara.'' Kala itu memang Indonesia tengah berseteru dengan Malaysia.

Bagi Koes Plus hidup di dalam bui juga melahirkan lagu. Mulai dari soal perasaan hidup di dalam bui hingga sindiran kepada penguasa sesuai mereka bebas dari penjara pada 30 September 1965. Lagu ini terjejak misalnya pada lagu 'Poor Clown'. Tony yang fasih berbaha Inggris mengolok tentang badut tua yang acap kali genit.

                                                                                                 

                                    ****

Lalu soal persoalan lagu, pemusik dan politik terus berlanjut. Setelah itu ada sosok si bengal asal Bandung, Remy Silado, yang bolak-balik diinterogasi aparat Kopkamtib dan sempat menikmati beberapa hari pengapnya sel tahanan. Dia mengolok generasi tua saat itu dengan kampungan dan tak maju-maju. Dalam sebuah perbincangan dia kini hanya terkekeh-kekeh ketika mengenangkan kenekatannya, termasuk sempat menyatakan sebuah simbol agama dengan prostitusi.

''Justru di saat di tahanan itulah saya kuliahi para tentara soal omongan saya itu. Nah, rupanya baru tahu mereka,'' kata Remy dalam sebuah perbincangan.

Setelah Remy ada sosok Iwan Fals. Dia mengolok-olok apa saja yang berbau kekuasaan dari kaca mata, ibu negara, anggota parlemen, program pemerintah, hingga korupsi yang diistilahkan tikus kantor. Dua un kerap kali dinterigasru aarat eamanan sehabis manggung. Konser 100 kota dilarang.

Bahkan lagu Iwan Fals yang berkisah soal targedi Tanjung Priok dan sempat akan dimasukan dalam sebuah albumnya, mendadak di drop pihak label karena sensitif. Iwan dalam lagu itu, 'Annisa', mengisahkan suasana kawasan Tanjung Priok di bulan September 1984, di mana semua orang ketakutan bahkan dia gambarkan mau buang air ke luar rumah malam-malam pun tak berani ke luar saking mencekamnya. Dia juga menyinggung soal meledaknya gudang senjata di Komplek Marinir pada tahun 1984 yang menghebohkan.

Nah, saat ini giliran Akhmad Dani masuk bui. Pernyataanya yang menyatakan meludahi siapa saja penista agama di vonis hakim sebagai ujaran kebencian dan terkena huuman penjara yang ada di UU ITE. Kini nasibnya tak seperti lagu melankolinya seperti 'Larasati' atau 'Kangen' yang sempat menjadi hits sampai terjual jutaan kopi.

Tapi kecenderungan Dhani pada politik sebenarnya sudah lama terlihat. Itu misalnya ada pada lagu yang bernuansa kekuasaan yang dia rilis di awal masa reformasi dahulu.

Aku Bukan Siapa-Siapa

aku bisa menjadi raja yang paling ditakuti

aku bisa taklukkan segala bangsa di dunia

tapi apa artinya bila kau tak cinta

reff:

apa artinya dunia yang bisa kugenggam

bila tak ada cinta darimu untukku

aku bukanlah siapa-siapa

bila tak ada cinta darimu untukku

aku bisa melayang terbang di atas awan-awan

aku bisa selami palung terdalam di dunia

tapi apa artinya bila kau tak cinta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement