REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai persoalan jumlah utang semestinya tidak dipersoalkan sejumlah pihak sepanjang Pemerintah memiliki kesanggupan untuk membayar. Hal itu disampaikan JK untuk merespon pernyataan calon presiden Prabowo Subianto yang menyebut Menteri Keuangan sebagai 'Menteri Pencetak Utang'.
"Bukan jumlahnya yang penting, yang penting ialah dapat dibayar atau tidak, dan pengalaman kita sejak pemerintahan sebelumnya, Pak Harto, Ibu Mega, Pak Gusdur, itu semua bisa dibayar utang-utang yang ada itu," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (29/1).
JK menilai utang adalah hal yang wajar dilakukan suatu negara untuk berkembang. Bahkan menurut JK, tak hanya Indonesia, negara negara maju pun tidak terlepas dari utang.
Ia mencontohkan Jepang yang berutang pada lembaga keuangan atau lembaga pensiun di negaranya, sedangkan Amerika Serikat berutang dalam bentuk mencetak uang.
"Jadi artinya berputar, di negara-negara apa saja, Jepang bersaing utang ke lembaga pensiun atau lembaga apa di negaranya, Amerika berutang dengan cara mencetak uang," katanya.
Namun JK menilai, kondisi di Indonesia belum seperti Jepang yang memiliki lembaga pengelola keuangan untuk digunakan modal pembangunan dan investasi. Sehingga untuk menutup defisit pemasukan dan pengeluaran, Kementerian Keuangan memutuskan untuk berutang.
"Kita tentu karena tidak banyak, ada juga lembaga lembaga kita tapi tidak sebesar seperti lembaga-lembaga tapi tidak sebesar BPJS ketenagakerjaan itu kan bisa dipake untuk penambahan modal tersebut," ujar JK.
JK juga melanjutkan, yang penting, Pemerintah dapat melakukan pengelolaan keuangan dan untuk membayar utang-utang tersebut. Sejauh ini kata dia, Pemerintah selalu tepat membayar utang tersebut.
"Buktinya kan tidak ada utang kita yang jatuh tempo yang tidak kita bayar. Bahwa kemudian kita pinjam lagi itu cara pengelolaan keuangan," ujar JK.