REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan bahwa ide untuk mengizinkan kendaraan roda dua masuk jalan tol belum mendesak untuk direalisasikan saat ini. Pemerintah, ujar Budi, memilih berhati-hati dalam menanggapi desakan soal 'motor masuk tol' ini.
Salah satu poin penting yang membuat pemerintah memilih berhati-hati adalah faktor risiko kecelakaan atas pengendara sepeda motor yang lebih tinggi dibanding kendaraan roda empat.
"Satu, kita harus lihat UU-nya seperti apa, saya belum pelajari. Kedua, international best practice-nya kayak apa. Tapi ada satu fakta bahwa motor itu risiko. Risiko berkaitan dengan keselamatan. Sekarang ini 70 persen kecelakaan itu karena motor," jelas BKS di Kompleks Istana Presiden, Selasa (29/1).
Meski menyebut bahwa ide ini belum mendesak, Budi berjanji akan menindaklanjuti masukan terkait 'motor masuk tol' ini. Ia akan melakukan kajian terhadap regulasi eksisting terkait jalan tol dan penerapannya di negara lain.
"Saya akan tinjau regulasinya seperti apa. Karena kalau enggak kan jadi masif. Kalau masif, nanti kalau kita tidak sesuai UU atau international best practice itu bermasalah. Tapi idenya saya akan terima," kata Budi.
Pertimbangan lain yang membuat pemerintah enggan berandai-andai soal kebijakan ini adalah melimpahnya jumlah kendaraan roda di Indonesia. Angkanya, ujar Budi, tidak sebanding dengan panjang jalan tol yang dibangun pemerintah.
"Kalau menurut saya belum urgent. Karena kita juga harus menimbang antara kebaikan dan masalahnya sendiri," katanya.
Sebelumnya Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebutkan, ide untuk mengizinkan motor masuk tol bermula dari permintaan para pekerja di kawasan Kertajati, Jawa Barat yang tinggai di Bandung. Mereka menyampaikan ide supaya diizinkan bisa melintasi tol dengan kendaraan roda dua supaya bisa melaju Bandung-Kertajati dengan motor.
"Kalau mereka dari Bandung bisa ke Kertajati bisa naik motor kan lebih baik," kata Basuki.