Selasa 29 Jan 2019 16:45 WIB

Mengintip Rumah Tinggal Guru Para Pendiri Bangsa

Rumah tersebut terletak di Jalan Peneleh gang VII Nomor 29-31, Genteng, Kota Surabaya

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
Pengunjung mengamati koleksi yang terdapat di Museum HOS Tjokroaminoto di Jalan Peneleh VII No 29, Surabaya, Jawa Timur, Senin (28/1/2019).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Pengunjung mengamati koleksi yang terdapat di Museum HOS Tjokroaminoto di Jalan Peneleh VII No 29, Surabaya, Jawa Timur, Senin (28/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Bendera merah putih yang dikibarkan di halaman, seolah menyambut para tamu yang berkunjung ke sebuah rumah bergaya jawa, di Jalan Peneleh gang VII Nomor 29-31, Genteng, Kota Surabaya. Begitu menginjakan kaki di teras rumah berwarna kuning, sebelum melewati pintu masuk, pengunjung dapat langsung mengatahui bahwa rumah tersebut merupakan tempat tinggal guru para pendiri bangsa, Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, atau lebih dikenal dengan panggilan H.O.S Tjokroaminoto.

Tjokroaminoto tinggal bersama istrinya, Suharsikin, dan putra putrinya di rumah tersebut kurang lebih 14 tahun, tepatnya dari 1907 hingga 1921. Lebih jauh dari itu, rumah tersebut juga merupakan tempat para pendiri bangsa, termasuk Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, menuntut ilmu. Selain Soekarno, beberapa tokoh yang juga pernah menuntut ilmu dari sang guru seperti Semaoen, Alimin, Muso, Kartosuwiryo, hingga Tan Malaka.

Saat berada di ruang tamu, foto-foto dari beberapa tokoh nasional terpajang di dinding. Ada pula foto tokoh lainnya seperti A.M. Sangadji, Agus Salim, K.H. Mas Mansur, Ahmad Dahlan, dan Ernest Douwes Dekker.

"Jadi ruang tamu ini dulunya sering dijadikan tempat untuk berdiskusi atau rapat. Apalagi beliau kan juga ketua Sarekat Islam," kata Ahmad Yanuar Firmansyah (27), petugas jaga Rumah Tjokroaminoto dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya kepada Republika, Selasa (29/1).

photo
Pengunjung mengamati koleksi yang terdapat di Museum HOS Tjokroaminoto di Jalan Peneleh VII No 29, Surabaya, Jawa Timur, Senin (28/1/2019).

Selain pajangan foto-foto para tokoh nasional, di ruangan tersebut juga terdapat properti lain seperti meja, kursi, dan lemari. Namun semua properti bukan perabot yang sejak dulu ada tetapi pengadaan dari Pemkot Surabaya. Ketika mendapatkan aset rumah bersejarah tersebut, rumah dalam keadaan kosong. Pemkot pun berupaya mengadakan dan meletakan barang-barang yang didesain menyerupai apa yang dugunakan Tjokroaminoto dulu.

Berlanjut ke ruangan tengah. Ruangan tengah ini terbagi menjadi tiga ruangan atau area. Ruangan pertama dan kedua diisi penjelasan singkat terkait penjalanan Tjokroaminoto. Mulai kelahirannya di Ponorogo pada 16 Agustus 1882, kelulusannya dari Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA), perjalanananya di Surabaya hingga mendirikan Sarekat Islam (SI), serta bagaimana kegigihan perlawanannya terhadap penjajah.

Sementara ruangan ketiga merupakan kamar pribadinya Tjokroaminoto. Beranjak ke ruangan paling belakang dari bangunan berukuran 10 meter x 20 meter tersebut. Di sana diisi pajangan foto dari para tokoh nasional yang mernah kos di rumah itu.

"Ada fotonya Bung Karno, Kartosoewirjo, Semaoen, Alimin, dan Muso. Ya mereka ini yang pernah kos di sini," ujar Yanuar.

photo
Pengunjung mengamati koleksi yang terdapat di Museum HOS Tjokroaminoto di Jalan Peneleh VII No 29, Surabaya, Jawa Timur, Senin (28/1/2019).

Sekilas dari luar, rumah Tjokroaminoto tersebut memang terlihat hanya memiliki satu lantai. Tetapi sebetulnya ada ruangan lebar di bagian atap yang dulunya digunakan sebagai tempat tinggal tokoh nasional yang kos di sana. Di bagian atas tersebut, tiga buah tikar tertata rapi di atas lantai yang terbuat dari kayu. Di sana juga terdapat sebuah cermin yang disebut-sebut sebagi tempatnya Bung Karno berlatih pidato.

"Jadi meskipun properti yang ada di sini bukan yang asli, tapi diharapkan pengunjung yang datang bisa membayangkan kayak Bung Karno belajar pidato, suasana, atau reka adegannya," ujar Yanuar.

Yanuar menegaskan, kebersihan dan perawatan di museum tersebut memang sangat diperhatikan. Tujuannya agar para pengunjung yang mendatangi tempat tersebut, tak terkecuali yang hendak belajar sejarah, bisa lebih nyaman.

Yanuar mengaku, sampai saat ini cukup banyak yang tertarik mendatangi tempat tersebut. Tidak saja pelajar, tetapi juga masyarakat umum. Menurut Yanuar, setiap bulannya rata-rata ada sekitar 400 pengunjung. Sementara pada momen-momen tertentu seperti 17 Agustus, atau Hari Pahlawan, pengunjung bisa mencapai 1.000 orang per bulan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement