Senin 28 Jan 2019 23:45 WIB

Depok Upayakan Pelestarian Cagar Budaya

Selain Rumah Cimanggis, ada juga tempat bersejarah lainnya seperti Kota Lama.

Rep: Rusdi Nurdiansyah/ Red: Muhammad Hafil
Kondisi Rumah Cimanggis di Komplek Tower RRI, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Senin (1/10).
Foto: Republika/Flori Sidebang
Kondisi Rumah Cimanggis di Komplek Tower RRI, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Senin (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK--Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporyata) Pemerintah Kota (Pemkot) Depok akan terus mengupayakan pelestarian cagar budaya. Cagar budaya tersebut berupa warisan budaya benda dan tak benda yang dapat dinikmati oleh masyarakat.

Kepala Disporyata Pemkot Depok Wijayanto mengatakan, pemerintah bersama pihak terkait terus mencatat dan melakukan proses registrasi agar keberadaan cagar budaya di Kota Depok dapat diakui. Tentunya agar keberadaannya dapat dijadikan sebagai peninggalan budaya dapat terus dilestarikan.

"Cagar budaya yang ada harus mendapat pengakuan dan tentunya diregistrasi. Saat ini ada dua jenis yang sudah memperoleh Surat Ke (SK) Wali Kota Depok," jelas Wijayanto di Balai Kota Depok, Senin (28/1).

Menurut Wijayanto, hingga saat ini sudah ada dua SK Wali Kota Depok terkait keberadaan cagar budaya. Antara lain SK Wali Kota Nomor : 593/ 289/ Kpts/ Disporyata/ Huk/ 2018 tanggal 24 September 2018 tentang adanya Gedung Tinggi Rumah Cimanggis dan SK Wali Kota Nomor :430/114/Kpts/DPOPSB/Huk/2014 tanggal 7 April 2014 tentang adanya Tari Topeng Kinang Cisalak, Gong Si Bolong, dan Rebutan Dangdang.

"Masih ada 62 situs cagar budaya yang sudah tercatat, tetapi keberadaannya belum dinyatakan sebagai cagar budaya karena situs cagar budaya itu belum melalui proses registrasi dan penetapan dari Wali Kota Depok," jelas Wijayanto.

Dia menambahkan, pihaknya akan terus berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Balai Cagar Budaya Banten dan Balai Cagar Budaya Jawa Barat (Jabar). "Kami juga akan bekerjasama dengan pengelola setempat agar semua cagar budaya yang ada dapat dilestarikan," terangnya.

Anggota Komisi X DPR, Nuroji mengatakan, Kota Depok memiliki sejumlah situs cagar budaya. Keberadaan situs berupa bangunan peninggalan zaman kolonial Belanda terancam punah karena akan dirobohkan dan digantikan berbagai pembangunan sehingga memerlukan perhatian pemerintah pusat.

"Kalau situs ini dijual yang membeli buka bisnis akhirnya situs itu hilang dan berganti dengan bangunan baru. Maka harus ada surat keputusan dari pemerintah untuk mempertahankan situs-situs tersebut dan melakukan perawatan intens terhadap keberadaan situs-situs yang ada di Kota Depok," tutur Anggota DPR dari pemilihan Kota Depok dan Kota Bekasi ini.

Nuroji mengungkapkan, salah satu situs cagar budaya yang ada di Depok adalah Rumah Cimanggis. Bangunan peninggalan zaman kolonial Belanda, tepatnya peninggalan Gubernur Jenderal VOC Petrus Albertus van der Parra itu sempat terancam dirobohkan, karena ada proyek pembangunan kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).

"Selain Rumah Cimanggis, ada juga tempat bersejarah lainnya seperti Kota Lama yang terancam digusur, yakni di daerah Pancoran Mas, Depok. Nah itu belum didaftarkan sebagai situs cagar budaya, tetapi sampai saat ini Kota Lama sudah didata dan akan dibuatkan SK-nya," ungkap Nuroji.

Dia melanjutkan, ada pula bangunan bersejarah pada saat sebelum zaman Belanda. "Kita punya rekam jejaknya, seperti Makam Mbah Beji dan Petilasan Ratu Jaya. Ini adalah situs-situs yang perlu dilindungi, sudah ada dokumentasi yang besar. Pemkot Depok harus mencatat dan membantu perawatannya. Karena kebanyakan situs ini milik pribadi yang mana ada kemungkinan bisa dijual," jelas Nuroji.

Wali Kota Depok, Mohammad Idris menegaskan, situs Rumah Cimanggis telah ditetapkan sebagai bangunan yang dilindungi melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 593/289/Kpts/Disporyata/Huk/2018 pada 24 September 2018 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya Gedung Tinggi Rumah Cimanggis. "Rumah Cimanggis sudah layak dijadikan sebagai bangunan cagar budaya," tegasnya.

Idris mengutarakan, Kota Depok memiliki akar sejarah panjang dan keunikan karena berada pada status tanah partikelir dan memiliki otonomi sendiri.

Pada zaman kolonial Belanda, Depok memiliki kekuasaan otonomi yang dipimpin seorang presiden. Selain itu, Depok menjadi kota penghubung Jakarta dan Bogor, sehingga dijadikan tempat peristirahatan tuan-tuan tanah Belanda.

"Hal itulah yang menjadikan Depok terdapat banyak situs-situs sejarah dan budaya peninggalan kolonial Belanda. Nah, kami sedang mendata situs-situs tersebut untuk dilestarikan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement