Sabtu 26 Jan 2019 06:37 WIB

Saat Tjahjo Mengakui Berikan Arahan ke Neneng

KPK menegaskan pemeriksaan Tjahjo untuk mendalami dua hal. Apa saja?

Mendagri Tjahjo Kumolo (kedua kanan) berjalan keluar Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (25/1/2019).
Foto: Antara/Reno Esnir
Mendagri Tjahjo Kumolo (kedua kanan) berjalan keluar Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (25/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Inas Widyanuratikah

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terkait dugaan suap perizinan proyek Meikarta, kemarin (25/1). Nama Tjahjo keluar dalam sidang saat disebutkan ia meminta Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yasin untuk memproses perizinan proyek milik Lippo Grup itu.

Tjahjo menjalani pemeriksaan sebagai saksi selama kurang lebih satu jam. Tjahjo mengatakan, ia ditanya ihwal kesaksian Neneng yang menyeret namanya dalam persidangan.

"Intinya apa yang saya ketahui, apa yang saya dengar dan bicarakan dengan bupati. Saya ditanya apakah pernah ketemu, saya enggak pernah ketemu," kata Tjahjo saat keluar dari gedung KPK, di Jakarta, Jumat (25/1).

Terkait arahannya kepada Neneng untuk membantu proses perizinan Meikarta, Tjahjo mengaku arahannya itu tak berkaitan dengan detail rekomendasi perizinan. Ia menegaskan, hanya melakukan tugasnya sesuai fungsi menteri.

Saat itu, kata Tjahjo, ia berbicara dengan Neneng melalui sambungan telepon milik Dirjen Otonomi Daerah, Soemarsono. Neneng dan Soemarsono sedang berada dalam satu ruangan dan baru saja selesai merapatkan perizinan.

"Hasil rapat sudah selesai bahwa intinya perizinan yang mengeluarkan adalah bupati atas rekomendasi gubernur. 'Kalau sudah beres semua, segera diproses sesuai aturan'," kata Tjahjo menggambarkan isi kalimat arahannya kepada Neneng.

Pernyataan Tjahjo ini berbeda dengan apa yang disampaikan Neneng dalam kesaksian dalam sidang. Pada sidang 14 Januari 2019 di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Neneng menyebut Tjahjo meminta tolong kepada dirinya untuk membantu pengurusan perizinan Meikarta.

"Tjahjo Kumolo bilang kepada saya, 'Tolong perizinan Meikarta dibantu'," ujar Neneng saat itu.

Neneng mengaku diminta datang ke Jakarta untuk bertemu Dirjen Otonomi Daerah Soemarsono. Hal itu berkaitan dengan hasil rapat pleno bersama mantan wakil gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar.

Dalam rapat pembahasan izin pemanfaatan penggunaan tanah (IPPT), Deddy meminta agar perizinan pembangunan seluas 84,6 hektare ditunda terlebih dahulu. Luasan proyek tersebut membutuhkan rekomendasi dari gubernur Jawa Barat.

"Saat itu (dipanggil ke Jakarta), Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menelepon Pak Soemarsono, berbicara sebentar, kemudian telepon Pak Soemarsono diberikan kepada saya, dan Tjahjo Kumolo bilang kepada saya, 'tolong perizinan Meikarta dibantu," kata Neneng.

Neneng pun mengiyakan permintaan Tjahjo. Namun, kata Neneng, hal itu harus sesuai dengan aturan yang berlaku. "Saya jawab, 'baik Pak yang penting sesuai dengan aturan yang berlaku'," kata dia.

Ada komunikasi

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, pemeriksaan Tjahjo untuk mendalami dua hal. Pertama, KPK ingin mengonfirmasi serta memperjelas apa yang terjadi terkait keterangan Neneng pada persidangan sebelumnya.

Hal kedua yang ingin diketahui KPK adalah terkait apa yang pernah dibicarakan Tjahjo dan timnya yang hadir bersama DPR di Komisi II saat membahas perizinan. "Jadi, apa benar dilakukan komunikasi melalui telepon salah satu dirjen pada saat rapat koordinasi dilakukan," kata Febri di gedung KPK, kemarin.

Ia melanjutkan, KPK juga perlu mengetahui proses pembicaraan seputar proyek Meikarta dan mendalami bagaimana proses perizinannya. Hubungan antara Pemerintah Kabupaten Bekasi, Pemprov Jabar, dan DPRD, rapat yang diinisiasi salah satu dirjen, serta pembahasan di DPR menjadi perhatian bagi KPK.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, proses penyidikan dan penyelidikan perizinan Meikarta masih berjalan. KPK tidak menutup kemungkinan untuk memanggil pihak-pihak lain yang bisa membantu KPK dalam mengusut tuntas permasalahan izin Meikarta.

"Kalau misalnya ada yang diduga memiliki informasi yang bisa membantu KPK, ya akan kami panggil," kata Laode.

Febri Diansyah sebelumnya mengatakan, KPK menemukan beberapa modus yang cukup rumit dalam kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Hal tersebut, kata dia, terungkap dalam lanjutan sidang perkara suap perizinan Meikarta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Rabu (23/1).

"Baik dari banyak perantara seperti yang muncul di sidang hari ini ataupun penggunaan sandi-sandi yang cukup kompleks, baik sandi nama tempat maupun nama orang," ucap Febri.

Menurut Febri, KPK telah membongkar modus tersebut dalam proses penyelidikan kasus suap perizinan Meikarta yang memakan waktu hampir satu tahun. "Tetapi, semua itu sudah diungkap dan satu per satu akan kami buka di persidangan," tuturnya.

KPK menduga upaya-upaya itu dilakukan untuk mempersulit penegak hukum mengetahui peristiwa yang sebenarnya.

KPK sampai saat ini telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus tersebut, yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), konsultan Lippo Group, masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), dan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).

Selanjutnya, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).

Terdapat empat orang yang saat ini menjadi terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, yakni Billy Sindoro, Taryudi, Fitradjaja Purnama, dan Henry Jasmen Sitohang.

(antara ed: satria kartika yudha)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement