Jumat 25 Jan 2019 16:15 WIB

BNPB Sebut Penyebab Bencana Semakin Bervariasi

Bencana juga banyak yang diakibatkan alih fungsi lahan hutan.

Rep: Santi Sopia/ Red: Muhammad Hafil
Konferensi Pers Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di IPSC, Sentul, Bogor, Jumat (25/1).
Foto: Santi Sopia/Republika
Konferensi Pers Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di IPSC, Sentul, Bogor, Jumat (25/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan  saat ini penyebab bencana semakin banyak dan bervariasi. Beberapa penyebab bencana bahkan belum pernah terdengar sebelumnya.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letnan Jenderal TNI Doni Monardo juga mencontohkan bencana yang diakibatkan pergerakan kulit bumi yang sebelumnya tidak pernah terdengar atau terdengar tetapi tidak banyak yang tahu, termasuk tsunami yang diakibatkan oleh longsornya bukit atau gunung.

Seperti tsunami Selat Sunda yang diakibatkan oleh longsornya Gunung Anak Krakatau hingga menelan korban mencapai lebih dari 400 jiwa, 22 Desember lalu. Demikian dengan Palu, Donggala, gempa bumi diikuti tsunami yang menerjang hanya dalam dua menit.

"Penyebab tsunami akibat longsornya patahan dari bagian daratan Kota Palu yang akhirnya menimbulkan gelombang sangat cepat, dua menit, padahal biasanya tsunami butuh waktu cukup lama," kata Doni dalam sambutan acara Ultah BNPB ke-11 di IPSC, Sentul, Bogor, Jumat (25/1).

Karenanya, dengan dinamika bencana alam semakin berkembang maka masyarakat harus semakin mau belajar, melakukan berbagai upaya sehingga seluruh pihak tidak tergagap mengantisipasi maupun menghadapi bencana alam.

Bencana juga banyak yang diakibatkan alih fungsi lahan hutan menjadi pertanian satu musiman, seperti ladang jagung, wortel, bawang. Ada bencana siklus tahunan, seperti hujan yang mengakibatkan banjir di Sulawesi Selatan. Setelah dilihat di bagian hulu, ternyata kawasan hutan telah beralih fungsi menjadi kebun kentang dan jagung. Sehingga pasti ada sedimen menumpuk di danau Bili-Bili yang jika dibiarkan bisa jebol. Fungsi danau yang bisa tahan 100 tahun ini pun malah menimbulkan kerugian lebih besar.

Kemudian angin puting beliung, di mana semakin banyak wilayah nasional terdampak. Bencana besar lainnya yang perlu diantisipasi di beberapa kota, termasuk Jakarta. BNPB, Doni mengatakan, harus punya upaya strategis bagaimana mengurangi risiko jatuhnya korban.

Salah satu langkah yang dilakukan, mengumpulkan para pakar yang berada satu atap dari berbagai keahlian. Beberapa dari mereka sudah memprediksi, kendati belum terlalu akurat, tapi bukan berarti tidak perlu ditanggapi. Justru Doni mengatakan prediksi itu memberikan ruang agar kita lebih siap. Selayaknya bangsa Indonesia menghargai hasil jerih payah dari para peneliti Tanah Air.

"Ternyata banyak cesar melintasi pulau Jawa, ini luar biasam selama ini kita tidak tahu. Ada baiknya profram kebencanaan bisa masuk kurikulum  TNI. Karena organisasi paling siap adalah TNI dan Polri," ungkapnya.

BNPB menyiapkan sistem pengamanan agar rakyat tidak jadi korban, bagaimana memetakan daerah sasaran. Termasuk menanam tanaman endemik di sepanjang daerah yang dapat menimbulkan korban jiwa. Sehingga perlu strategi yang diketahui semua warga kita. Selain itu, pohon-pohon besar harus ada pengurangan, dipangkas.

Dia menambahkan, suka tidak suka, senang tidak senang, bangsa Indonesia hidup di atas pusat kegempaan, patahan lempeng dengan 127  gunung api aktif. Presiden RI, Joko Widodo juga telah menyetujui diperketatnya pengamanan aset teknologi peringatan dini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement