REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memastikan, wacana penutupan penutupan sementara Taman Nasional Komodo (TN Komodo) oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur masih dalam tahap pembahasan lebih lanjut. Belum ada keputusan akhir dari para pemangku kepentingan sampai saat ini.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KEmenterian LHK Wiratno mengatakan, wacana penutupan sementara TN Komodo bertujuan untuk melakukan perbaikan tata kelola. Khususnya, untuk mendukung tujuan konservasi.
"Ini perlu segera dibahas antara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Kementerian Pariwisata, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id Kamis (24/1).
Wiratno mengatakan, Ditjen KSDAE memiliki kewenangan untuk menutup atau membuka kembali suatu taman nasional. Pertimbangan tersebut berdasarkan kondisi ilmiah, fakta lapangan, kondisi sosial ekonomi, dan masukan dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten serta para pihak lainnya.
Kasus penutupan pendakian sementara pernah terjadi di TN Gunung Rinjani, TN Gunung Merapi dan TN Bromo Tengger Semeru karena terjadi erupsi gunung berapi dan kondisi cuaca ekstrim.
"Dapat juga dikarenakan adanya kerusakan habitat, atau gangguan terhadap satwa liar yang dilindungi, akibat dari aktivitas pengunjung, bencana alam, dan mewabahnya hama dan penyakit, seperti di TN. Way Kambas," ucap Wiratno.
Baca juga, Saran JK Soal Rencana Penutupan Taman Nasional Komodo.
Wiratno memastikan, apabila pemerintah merencanakan penutupan sementara terhadap sebagian kawasan atau keseluruhan, akan dilakukan secara terencana. Pemerintah juga akan memberikan tenggang waktu cukup, sehubungan dengan dampak sosial ekonomi yang besar.
Sebagai salah satu kawasan wisata populer di kalangan wisatawan mancanegara, jumlah pengunjung TN Komodo terus meningkat setiap tahunnya. Menurut catatan Kementerian LHK, pada 2014, tercatat sebanyak 80.626 pengunjung datang ke sana. Kemudian meningkat menjadi 95.410 pengunjung pada 2015. Pada 2016, pengunjung mencapai 107.711 orang.
Sementara itu dua tahun terakhir yaitu tahun 2017, tercatat sebanyak 125.069 pengunjung, dan 159.217 pengunjung di 2018. Jumlah wisatawan yang tinggi ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi signifikan, khususnya di Kabupaten Manggarai Barat dan wilayah di sekitarnya. "Selain komodo, saat ini terdapat 42 dive and snorkeling spot yang juga menjadi daya tarik bagi para wisatawan," kata Wiratno.
Wiratno menuturkan, berdasarkan monitoring Balai TN Komodo dan Komodo Survival Programme, pada 2017, jumlah populasi komodo mencapai 2.762 individu. Dari total yang ada, penyebaran paling tinggi terdapat di Pulau Rinca dengan jumlah 1.410 ekor. Sementara itu, di Pulau Komodo, terdapat 1.226 ekor. Sisanya, dua individu komodo di Pulau Padar, 54 ekor di Pulau Gili Motang dan 70 di Pulau Nusa Kode.
Sebelumnya, pemerintah Nusa Tenggara Timur berencana menutup lokasi wisata TN Komodo dari kunjungan wisatawan selama satu tahun. Penutupan ini sebagai upaya meningkatkan jumlah populasi komodo dan rusa yang menjadi makanan utama hewan langka tersebut. Selain itu, untuk mempermudah pemerintah daerah dalam menata tempat wisata.
Gubernur NTT Viktor Bungtilo Laiskodat mengatakan, pemerintah NTT akan melakukan penataan terhadap kawasan Taman Nasional Komodo agar menjadi lebih baik. Dengan begitu, diharapkan habitat komodo menjadi lebih berkembang. Tapi, ia tidak menjelaskan kapan penutupan kawasan TN Komodo mulai dilaksanakan.