REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Sekitar 500 ulama di Kabupaten Tangerang mendeklaraskan penolakan terhadap segala bentuk terorisme dan radikalisme di wilayah Provinsi Banten. Selain menolak radikalisme dan terorisme, ratusan ulama itu juga menyatakan menolak hoaks dan ujaran kebencian, serta politisasi dan provokasi di tempat ibadah.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan, setiap orang dengan berbagai latar belakang berpotensi terpapar paham radikal. Menurut dia, paham radikal tak memandang status sosial maupun profesi dalam mengajak orang ke gerakan terorisme.
"Radikalisme dan terorisme dapat terkena kepada siapa saja, tua, muda, bahkan anak-anak, lelaki ataupun perempuan. Untuk itu kita harus selalu waspada dan menjaga diri serta keluarga kita," kata dia, di Pusat Pemerintahan Kota Tangerang, Rabu (23/1).
Ia menambahkan, penyebaran radikalisme dan terorisme saat ini semakin masif dilakukan melalui di media sosial. Berbagai konten seperti tulisan, gambar, audio, dan audio visual tentang propaganda, kata dia, bertebaran di media sosial.
Jika tidak bijak, bukan tidak mungkin generasi muda khususnya sebagai pengakses media sosial dapat terpapar paham radikal dan masuk ke dalam gerakan terorisme. Karena itu, ia mengimbau semua pihak untuk waspada serangan kepada generasi muda itu.
Imam Besar Masjid Istiqlal Profesor Nasaruddin Umar mengatakan, paham radikal dapat muncul saat ada klaim kebenaran secara mutlak. Menurut dia, ada sekelompok orang yang selalu menyalahkan orang lain dan tidak pernah menyalahkan diri sendiri.
Karena itu, dibutuhkan orang-orang arif yang tidak selalu merasa benar sehingga dapat melaksanakan dakwah dengan santun. Indonesia, kata Nasarudin, meski sebuah negara dengan Pancasila namun kerukunannya menjadi pujian dunia.
Ia menjelaskan, ada beberapa negara yang berlabel negara Islam justru hampir sepanjang waktu terjadi pertikaian. "Untuk itu, kita patut bersyukur menjadi warga negara Indonesia. Saat ini, umat Islam Indonesia menjadi idola negara lain," kata dia.
Wakapolda Banten Brigen Pol Tomex Korniawan menambahkan, radikalisme dan terorisme merupakan salah satu ancaman persatuan di Indonesia. Banyak pengikutnya yang melakukan teror mengatasnamakan agama. Padahal, kata dia, yang dilakukannya jauh dari nilai-nilai agama.
"Teroris menyebut apa yang mereka lakukan jihad. Padahal jihad bukan itu. Apa yang dilakukan teroris adalah kejahatan kemanusiaan," katanya.
Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengapresiasi adanya deklarasi melawan radikalisme dan terorisme. Menurut dia, kewaspadaan untuk mendeteksi secara dini terorisme dan radikalisme harus dilakukan.
Peran tokoh agama, kata dia, sangat dibutuhkan untuk membendung sebaran paham radikal. "Para tokoh agama lah yang dapat memberi kesejukan sekaligus memberikan pemahaman yang lurus," kata dia.
Sementara itu, Kapolresta Tangerang Kombes Pol Sabilul Alif mengatakan, kegiatan deklarasi itu dilakukan sekaligus untuk membekali para ulama menangkal terorisme dan radikalisme. Sebagai mubalig, ulama selalu bersentuhan dan menyampaikan ceramah di masyarakat. Karena itu, pesan antiradikalisme dan terorisme harus dapat dapat semakin luas disampaikan.
"Para dai pasti mengerti makna jihad. Kita tambah pengetahuan tentang gerakan terorisme dan radikalisme. Dengan demikian, pesan anti terorisme dan radikalisme yang para dai sampaikan bisa lebih komprehensif," tukasnya.
Dalam kegiatan yang diselenggaralan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tangerang, Pemkab Tangerang, dan Polresta Tangerang juga dihadiri oleh para pimpinan pondok pesantren dan organinasi masyarakat keagamaan seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.