REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Pilpres 2019 ini, pola penyebaran hoaks banyak beredar di tengah masyarakat, mulai dari konten kata hinaan, fitnah, gambar yang diedit, dan isu-isu keagamaan. Semua pola penyebaran hoaks itu dinilai dapat membunuh karakter calon pemimpin yang sedang berkontestasi dalam pemilu capres-cawapres.
"Kesemuanya dapat membunuh karakter putera-putera terbaik bangsa yang sedang berkontestasi dalam pemilu capres-cawapres," ujar Ketua Umum Cyber Indonesia, Muanas Alaidid kepada Republika.co.id, Selasa (22/1).
Karena itu, dia pun mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah menyebarkan informasi yang belum terbukti, sehingga Pilpres dapat berjalan dengan damai. Apalagi, saat ini terdapat hukum pidana bagi mereka yang menyebarkan informasi hoaks.
"Kami mengimbau masyarakat agar dapat bersosial media dengan sehat dan membantu pemerintah menyuarakan penanggulangan penyebaran hoaks dengan cara mengklarifikasi setiap berita disertakan dengan data dan fakta kepada media," ucap Muanas
Dia menuturkan, media sosial atau dunia digital menjadi hal penting dalam mengawal terciptanya pemilu yang damai. Tidak dapat dipungkiri, media sosial menjadi energi pendorong pasangan capres dan cawapres untuk meraih suara pemilih.
Namun, energi tersebut juga bisa menjadi energi yang menyesatkan jika media sosial digunakan untuk menyebarkan informasi hoaks, ujaran kebencian, dan upaya penghasutan yang berujung pada pendiskreditan salah satu pasangan calon.
"Dalam menuju pada hari pemilihan, banyak sekali korban-korban yang berasal dari masyarakat karena ketidaktahuannya ikut menyebarkan informasi hoaks yang berujung pada penindakan hukum," katanya.