Selasa 22 Jan 2019 17:29 WIB

Awal 2019, Sleman Temukan Satu Kasus DBD

Situasi musim hujan menjadi momen mewabahnya DBD.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Aktivitas pengasapan (fogging) mencegah jentik nyamuk penyebab demam berdarah dan chikungunya.
Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Aktivitas pengasapan (fogging) mencegah jentik nyamuk penyebab demam berdarah dan chikungunya.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Demam Berdarah (DBD) jadi penyakit yang pada awal 2019 sudah mewabah di beberapa daerah. Di Kabupaten Sleman, ditemukan satu kasus DBD yang saat ini tengah mendapat penanganan.

Bupati Sleman, Sri Purnomo mengungkapkan, telah mendapatkan laporan satu kasus yang langsung ditindaklanjuti. Kasus itu sendiri terjadi di Kecamatan Ngaglik (Perumahan Merapi View) dan sudah dibawa ke rumah sakit.

Sri mengaku sudah pula memberi imbauan baik kepada Dinas Kesehatan maupun puskesmas-puskesmas yang ada di Kabupaten Sleman untuk proaktif. Sehingga, lebih memperhatikan kondisi cuaca yang ada saat ini.

Ia menilai, situasi dan kondisi musim hujan seperti sekarang memang sangat sering menjadi momen mewabahnya DBD. Pada Selasa (22/1), Perumahan Merapi View yang ditemukan satu kasus DBD juga dilakukan pengasapan (fogging).

"Sekaligus, gerakan-gerakan untuk Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dijalankan terus, karena ini cuacanya sedang cocok untuk perkembangan DBD," kata Sri saat ditemui di Pendopo Parasamya Sleman, Selasa (22/1).

Untuk itu, kesehatan masyarakat harus dapat dijaga secara preventif. Sedangkan, pelaksanaan langkah-langkah lain seperti pengasapan, memang harus melalui satu SOP dan tidak dilakukan cuma setiap ditemukan kasus saja.

Artinya, lanjut Sri, pelaksanaan pengasapan akan tergantung kepada pantauan-pantauan lapangan. Sebab, dari pantauan lapangan itulah akan menentukan harus atau tidaknya dilakukan pengasapan.

Secara umum, ia merasa, Kabupaten Sleman masih dalam kondisi yang aman dari wabah DBD. Tapi, Sri menegaskan, kondisi itu tidak boleh membuat masyarakat menjadi lengah atas penyebaran DBD.

"Artinya kita harus tetap waspada," ujar Sri.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan sendiri sudah mengingatkan agar masyarakat kembali mewaspadai siklus empat tahunan DBD. Sebab, ada siklus DBD empat tahunan sejak 2006 yang terjadi di Kabupaten Sleman.

Tahun ini, siklus itu berarti sudah masuk periode keempat. Kabid Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Novita Krisnaeni menuturkan, jumlah kasus DBD memang naik dan turun setiap tahunnya.

Pada 2016, jumlah kasus DBD di Kabupaten Sleman mencapai 880 kasus, dengan 9 orang meninggal dunia. Lalu, pada 2017, jumlah itu menurun menjadi 427 kasus dengan empat orang meninggal dunia.

"Pada 2018 turun drastis menjadi 144 kasus dengan satu di antaranya meninggal dunia," kata Novita.

Biasanya, Januari-Februari, kasus DBD akan meningkat lantaran banyaknya genangan air. Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Dulzaini menuturkan, daerah yang beririsan langsung kota jadi yang paling rawan.

Hal itu dikarenakan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, ditambah pola hidup masyarakat dan lingkungan yang cenderung kumuh. Sebagai antisipasi, pengasapan memang sering dilakukan untuk membunuh indukan nyamuk.

"Kami mengimbau agar masyarakat menerapkan prinsip 3M, menguras, menutup dan yang terakhir bukan lagi mengubur tapi mendaur ulang," ujar Dulzaini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement