Selasa 22 Jan 2019 07:37 WIB

Bupati Bogor: Penanganan Pasien DBD Jangan Pandang Bulu

Rumah sakit negeri maupun swasta wajib melakukan pelayanan awal pasien yang berobat.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Andi Nur Aminah
Belasan warga dirawat karena terkena penyakit demam berdarah (ilustrasi)
Foto: Republika/Fauzi Ridwan
Belasan warga dirawat karena terkena penyakit demam berdarah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Memasuki musim pancaroba, Pemerintah Kabupaten Bogor bersiaga menghadapi ancaman penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang marak menjangkit wilayah Bogor. Bupati Bogor Ade Yasin memerintahkan agar seluruh rumah sakit baik swasta maupun negeri wajib melakukan pelayanan awal terhadap pasien yang datang berobat.

“Tidak boleh ada penolakan bagi pasien manapun, termasuk pasien BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang datang berobat. Karena, penanganan awal itu sangat penting bagi pasien,” kata Ade usai melaksanakan rapat koordinasi bersama Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor, Senin (21/1).

Baca Juga

Hingga pertengahan Januari 2019, warga Kabupaten Bogor yang terjangkit DBD berkisar 150 orang. Jumlah tersebut, Ade mengatakan, belum masuk kategori darurat atau kejadian luar biasa (KLB). Namun begitu dia menekankan, penanganan kasus DBD tak boleh dianggap sepele oleh pihak rumah sakit.

Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P3M) Dinkes Kabupaten Bogor Intan Widiyati mengatakan, salah satu upaya pencegahan terhadap virus dengue yang dibawa nyamuk Aedes aegypti itu adalah melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

“Karena kalau fogging (pengasapan zat pestisida) belum ampuh untuk memberantas perindukan jentik, hanya nyamuk-nyamuk besar saja yang mati,” kata Intan.

Selain itu, dia mengatakan, salah satu efek samping racun fogging yang berbahaya untuk kesehatan anak dan masyarakat dapat menempel di peralatan rumah tangga maupun lantai yang terdampak pengasapan. Menurut Intan, bekas pengasapan belum tentu dapat hilang dalam jangka waktu yang cepat.

Intan menyarankan kepada masyarakat agar melakukan kegiatan menguras, menutup, dan mendaur ulang (3M) untuk memberantas dan mencegah nyamuk aedes aegypti berkembang biak. Dia memprediksi, lonjakan wabah DBD dapat terjadi jika masyarakat tidak menggalakkan program 3M sebagai langkah antisipatif.

Salah satu ciri dan gejala penyakit DBD yang paling umum terjadi diawali dengan fase demam berkisar dua sampai tiga hari, nyeri otot, dan timbul bintik ruam merah pada bagian tubuh. Namun begitu, dia mengatakan, terdapat juga gejala tidak normal yang ada seperti tidak munculnya bintik merah di tubuh.

“Jadi ada yang hanya demam saja, ternyata DBD. Maka, penanganan di rumah pada fase demam ini harus banyak diberi minum untuk mencegah dehidrasi. Kalau ada kekhawatiran, keluarga jangan segan langsung bawa ke rumah sakit,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement