Senin 21 Jan 2019 19:28 WIB

Ombudsman: Ricuh Penertiban PKL Tanah Abang karena Preman

Kericuhan terjadi di Tanah Abang saat Satpol PP menertibkan PKL, Kamis (17/1).

Warga saat akan membeli kerudung yang dijual oleh PKL di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta, Senin (3/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga saat akan membeli kerudung yang dijual oleh PKL di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta, Senin (3/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Jakarta Raya mengindikasikan kericuhan di Jalan Jatibaru, Tanah Abang diduga karena preman di wilayah itu terancam kehilangan pendapatan akibat penertiban oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Kericuhan terjadi pada Kamis (17/1) saat Satpol PP melakukan penertiban.

"Setelah pembangunan Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang kan banyak pedagang yang pindah ke atas sehingga ada kehilangan potensi pendapatan para preman ini dari para pedagang, sepertinya mereka nggak mau ini terulang," kata Ketua Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho saat dihubungi di Jakarta, Senin (21/1).

Kericuhan di Tanah Abang yang terjadi pada 17 Januari 2019 ini, melibatkan petugas Satpol PP dan para pedagang yang melapak di trotoar Jalan Jatibaru. Menurut Teguh, para pedagang tersebut adalah pendatang baru yang mengisi kekosongan trotoar usai sekitar 500 pedagang direlokasi ke JPM Tanah Abang dan pasar Blok F.

"Dulu ada sekitar 650 pedagang, lalu direlokasi 446 ke JPM dan sekitar 50 pedagang ke Blok F sementara 149 pedagang tidak mau direlokasi," katanya.

Kemudian, beberapa waktu kemudian muncul lagi pedagang baru di Jalan Jatibaru yang kemudian mengklaim sebagai PKL setempat. "Padahal waktu kami verifikasi, orang-orang ini tidak ada," kata Teguh.

Para 'penguasa' Tanah Abang ini, kata Teguh, kehilangan sebagian besar pemasukannya dari sekitar 500 pedagang yang berdasar temuannya membayar Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu per orang setiap harinya. "Bayangkan saja dulu ada 500 pedagang dikalikan Rp 50 ribu saja yang bayar ke preman, sekarang mereka bayar ke PD Pembangunan Sarana Jaya, bayangkan kehilangan pendapatannya ini sekitar Rp 25 juta sehari," ucapnya.

Ombudsman memperkirakan saat ini masih banyak pedagang yang rutin membayar lapak kepada para preman tersebut mengingat penuhnya trotoar Jalan Jatibaru. Akan tetapi, Teguh mengatakan, data terkini soal jumlah pedagang dan besaran biaya yang di setorkan kepada para preman ini belum diterima pihaknya.

Bentrok Satpol PP dan PKL Tanah Abang terjadi di Jalan Jatibaru Raya pada Kamis (17/1) Pukul 11.00 WIB. Para pedagang melawan petugas satpol PP yang hendak menertibkan mereka dari badan jalan di kolong skybridge menggunakan balok dan batu.

Tak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Namun, satu unit mobil operasional milik Satpol PP mengalami kerusakan.

Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Irwandi mencurigai komplotan preman sebagai provokator bentrokan tersebut. Polisi pun sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu EH dan SY.

Keduanya adalah pedagang yang diduga melakukan provokasi untuk melawan petugas. Polisi juga masih memburu empat orang yang diduga berperan dalam bentrokan.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan, pihaknya terus melakukan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL). Penegasan Anies dikatanyakan menyusul kericuhan saat penertiban PKL pada Kamis (17/1) lalu.

"Kita akan lakukan secara profesional dan berharap masyarakat juga memberikan apresiasi kepada mereka (petugas) yang bekerja di lapangan ini," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (21/1).

Dia berharap jangan sampai siapa pun walaupun warga yang lemah namun dibiarkan melanggar aturan. Hal itu, menurut Anies, jangan lagi terjadi.

"Kalau terkait kericuhan sekarang sudah ditangani Kepolisian dan ini jadi pelajaran bagi semua. Jangan melakukan tindakan yang melanggar hukum. Apalagi sampai ranah pidana, pastinya akan diproses," kata Gubernur.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement