REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Spanduk "Sultanku Gubernurku, Jokowi Presidenku" diduga sebagai tindakan kampanye terselubung. Untuk itu, Indonesian Court Monitoring (ICM) melaporkan spanduk tersebut kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY, Senin (21/01).
Direktur ICM, Tri Wahyu mengatakan, spanduk tersebut termasuk Alat Peraga Kampanye (APK) terselubung bernuansa Pilpres dan tidak berizin. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan, spanduk tersebut dipasang di beberapa titik strategis seperti di jalan-jalan di DIY diantaranya lima titik di Kota Yogyakarta, satu titik di Kabupaten Sleman, dan satu titik di Kabupaten Bantul.
"Kenapa kami laporkan ini, karena menurut kami (spanduk ini dipasang oleh pihak yang) ingin mengakali undang-undang Pemilu. Kalau bicara soal Pilpres, semua APK berasal dari pusat," kata Wahyu usai mengajukan laporan di Bawaslu DIY, Kotagede, Yogyakarta, Senin (21/1).
Ia menjelaskan, berdasarkan pantauan yang dilakukan di media sosial setidaknya ditemukan dua partai, satu caleg dan satu mantan direksi BUMD Kota Yogyakarta yang terlibat dalam pemasangan spanduk ini. Bahkan, mereka juga diduga ikut menyebarluaskannya di media sosial.
Namun, ia tidak mau menyebut lebih detail siapa saja yang terlibat dalam pemasangan maupun penyebarluasan terkait APK ini. Setelah mengajukan pelaporan, ia menyerahkan sepenuhnya kepada Bawaslu untuk ditindaklanjuti. "Ada dua partai yang terlibat. Karena kalau kami sebut nanti bisa mengganggu penelusuran dari Bawaslu. Biarlah Bawaslu bekerja," katanya.
Ia juga menyebutkan, selain mengakali UU Pemilu, namun juga mengakali UU Keistimewaan DIY. Sebab, Gubernur DIY dalam UU Keistimewaan merupakan nonpartisan atau netral dari politik praktis termasuk Pemilu 2019.
"Bapak Gubernur netral dari Pemilu 2019. Tentu dengan spanduk ini bisa tercederai bahwa Gubernur DIY memihak paslon atau calon tertentu di Pilpres 2019," katanya.