Senin 21 Jan 2019 14:46 WIB

KLHK Berpacu Lengkapi Berkas Perambah Cagar Biosfer

Perambahan dan okupansi liar jadi masalah besar yang terus menggeregoti hutan lindung

 Pondok - pondok pelaku pembalakan liar yang dihancurkan saat Operasi Gabungan Pemulihan Keamanan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Bengkalis Riau, Selasa (25/10).(Republika/Wihdan Hidayat)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pondok - pondok pelaku pembalakan liar yang dihancurkan saat Operasi Gabungan Pemulihan Keamanan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Bengkalis Riau, Selasa (25/10).(Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah II Sumatera tengah berpacu dengan waktu dalam upaya melengkapi berkas perkara perambah Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (CG GSK-BB).

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah II Sumatera, Eduwar Hutapea, Senin (21/1), mengatakan pihaknya harus kembali menerima berkas dari jaksa atau P19 dengan tersangka tunggal Sudigdo alias Digdo (50 tahun) yang merupakan pecatan dari satuan TNI AD tersebut. Dalam pengembalian berkas tersebut, jaksa meminta agar penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Gakkum KLHK menyertakan surat resmi pemecatan Sudigdo dari satuan TNI.

"Masih ada petunjuk. Mengenai kompetensi Pengadilan, bahwa yang mengadili itu adalah Pengadilan Umum, bukan Militer. Mengingat dia pecatan TNI. Kalaupun sudah dipecat harus ada surat itu," kata Eduwar.

Ia menjelaskan bahwa PPNS Gakkum KHLK Wilayah II Sumatera tengah mengurus surat tersebut ke Komando Daerah Militer 01 Bukit Barisan. Namun, hingga kini dia mengatakan belum menerima balasan surat permohonan dari PPNS Gakkum KLHK.

"Sedang kita urus. Suratnya sudah masuk, tapi belum turun (dibalas)," tuturnya.

Lebih jauh, Eduwar memastikan jika surat tersebut dapat dilengkapi, maka berkas perkara yang sempat beberapa kali bolak-balik itu segera lengkap atau P21 dan dilanjutkan dengan Tahap II.

KLHK sendiri sebelumnya telah memperpanjang masa penahanan Sudigdo pada awal Januari lalu, setelah masa penahanan tahap pertama selesai. Penyidik terus berupaya secepatnya untuk melengapi berkas tersangka sebelum masa perpanjangan masa penahanan usai pada akhir Januari ini.

Lebih jauh, dari penyidikan juga terungkap bahwa tersangka menguasai sedikitnya 1.500 hektare lahan di kawasan hutan lindung yang telah diakui oleh Unesco tersebut.

Menurut Edo, tersangka mengklaim memperoleh lahan tersebut dari ninik mamak atau tetua adat di wilayah itu. Namun, meskipun klaim itu benar dia mengatakan bahwa tersangka tetap menguasai lahan itu secara ilegal karena berada persis di kawasan hutan lindung.

Sementara itu, dari 1.500 hektare lahan yang dikuasai tersangka, 300 hektare diantaranya telah selesai dibersihkan dengan menggunakan tiga unit alat berat. Ketiga alat berat itu saat ini menjadi barang bukti saat kegiatan tersangka terendus tim gabungan KLHK, TNI dan Polri pada awal Desember 2018 lalu.

Sebelumnya, Digdo yang berpangkat terakhir Sersan Mayor ditangkap petugas gabungan pada 6 Desember 2018 lalu. Saat itu, ada empat pelaku yang diamankan, yakni Digdo dan ketiga anak buahnya. Hanya saja, tiga pelaku lainnya tidak terbukti dan dilepaskan.

Sementara Digdo sendiri pernah terlibat kasus perambahan hutan di wilayah yang sama pada 2014 silam. Saat itu, aksi perambahan tersebut berujung pada insiden kebakaran hutan hebat di wilayah itu. Kala itu dia dihukum empat tahun penjara dan dicopot dari satuannya.

Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu merupakan kawasan konservasi yang mendapat pengakuan sebagai cagar biosfer dari UNESCO pada 2009 dengan total luasnya mencapai 178.722 hektare (ha). Terdiri dari zona inti berupa Kawasan Suaka Margasatwa (KSM) Giam Siak Kecil dan KSM Bukit Batu di Kabupaten Siak dan Bengkalis, Riau.

Namun, perambahan dan okupansi liar menjadi masalah besar yang terus menggeregoti hutan lindung paru-paru dunia tersebut.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement