Ahad 20 Jan 2019 18:35 WIB

Kemenkes: Tiga Provinsi Menyatakan KLB Deman Berdarah

Kasus demam berdarah dengue di 13 provinsi mengalami peningkatan

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nidia Zuraya
Aktivitas pengasapan (fogging) mencegah jentik nyamuk penyebab demam berdarah dan chikungunya.
Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Aktivitas pengasapan (fogging) mencegah jentik nyamuk penyebab demam berdarah dan chikungunya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat pemerintah daerah (pemda) di tiga provinsi telah menetapkan kejadian luar biasa (KLB) penyakit demam berdarah dengue (DBD) sejak 1 Januari 2019 hingga 17 Januari 2019. Tiga provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara (Sulut), dan Kalimantan Tengah (Kalteng).

"Data terbaru sejak 1 Januari 2019 hingga 17 Januari 2018 tercatat sebanyak 13 provinsi telah mengirimkan W1 atau peningkatan wabah kasus DBD bahkan tiga provinsi diantaranya telah KLB DBD," kata Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi Republika, Ahad (20/1).

Ia menyebutkan kasus DBD di Jawa Timur (Jatim) sebanyak 1.081 kasus, Jawa Tengah (Jateng) 690 kasus, Jawa Barat (Jabar) 541 kasus, Kalimantan Selatan (Kalsel) 261 kasus, Kalimantan Timur (Kaltim) 236 kasus, Lampung 204 kasus, Sumatra Utara 177 kasus, dan Sulawesi Selatan 172 kasus. Kendati demikian, ia menambahkan, di 10 provinsi yang mengalami peningkatan kasus DBD tersebut tidak terjadi kematian. 

"Sementara kasus KLB DBD di Sulawesi Utara (Sulut) 149 kasus, Kalteng 54 kasus, dan NTT 275 kasus. Penderita DBD yang meninggal di tiga provinsi itu yaitu Kalteng dua jiwa, kemudian NTT delapan jiwa, dan Sulut delapan jiwa," ujarnya.

Ia menambahkan, Kemenkes sudah turun mengecek ke provinsi yang mengalami KLB DBD. "Kami di akhir 2018 lalu sudah ke Kapuas, Kalteng untuk pemantauan dan sama-sama membereskan masalahnya," ujarnya.

Kemenkes, dia menambahkan, juga telah mengirimkan surat imbauan ke pemerintah daerah dan gubernur untuk melakukan pembagian abate atau larvasida pintu ke pintu atau melalui pusat kesehatan masyarakat hingga pos pelayanan terpadu (posyandu).

Ia menambahkan, Kemenkes tidak bisa langsung memerintahkan Dinas Kesehatan (Dinkes) karena adanya undang-undang Otonomi Daerah yang artinya Dinkes berada di ranah pemda atau gubernur. Karena itu, ia menambahkan di daerah-daerah yang mengalami peningkatan kasus DBD masih dilakukan pemantauan oleh dinas kesehatan setempat.

Ia menyebut Dinas Kesehatan nantinya yang akan melaporkan jika membutuhkan bantuan atau W1 dari Kemenkes. "Kemudian jika sudah ada permohonan maka Kemenkes akan memberikan bantuan buffer stock seperti alat fogging, cairan, abate," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement