REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritisi pelaksanaan debat capres cawapres perdana yang mengangkat tema hukum, HAM, korupsi, dan terorisme. Koordinator Kontras Yati Andriyani menilai format debat yang diusung oleh KPU gagal memenuhi ekspetasi publik.
Yati mengatakan, pemberian kisi-kisi pertanyaan debat justru membuat pernyataan dari para kandidat cenderung kaku, retorik dan normatif. "Metode pemberian kisi-kisi pertanyaan debat kepada masing-masing membuat debat tersebut menjadi hafalan," kata Yati.
Yati juga menilai adanya segmen dalam debat capres tak membawa perubahan dalam segi pembahasan. Bahkan, lanjutnya, debat terkesan monoton dengan pertanyaan dan jawaban yang normatif. "Akibat dari format tersebut, tidak terbahasnya persoalan hak asasi manusia secara menyeluruh, khususnya persoalan Hak Asasi Manusia yang aktual, kontekstual, sejak lama dan terus menerus menjadi persoalan dan tantangan," jelasnya.
Yati mengatakan, debat hanya berisi penyampaian informasi dan tanya jawab tanpa menjawab substansi persoalan. Selain itu, Kontras juga menilai upaya saling serang antar paslon bukan bertujuan membahas substansi gagasan dan persoalan, namun dilakukan untuk mencuri perhatian masyarakat.
Tak hanya itu, Yati juga menyayangkan tak adanya data pendukung di setiap pernyataan para kandidat. Kontras pun menilai, format debat yang dijalankan tak efektif untuk menguji dan menggali lebih dalam terkait gagasan, visi misi, dan program para kandidat. Paslon juga dinilai gagal menyajikan gagasan dan rencana implementasi agenda hukum, HAM, korupsi dan kontra terorisme secara jelas.