Jumat 18 Jan 2019 18:02 WIB

Berkas Kasus Hoaks Surat Suara Dilimpahkan ke Kejakgung

Penyidik saat ini masih mengembangkan kasus guna mencari aktor intelektual.

Polisi mengamankan tersangka penyebar hoaks atau berita bohong tujuh kontainer surat suara tercoblos, berinisial MIK (tengah) seusai konferensi pers terkait penangkapan pelaku di Polda Metro Jaya, Jumat (11/1/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Polisi mengamankan tersangka penyebar hoaks atau berita bohong tujuh kontainer surat suara tercoblos, berinisial MIK (tengah) seusai konferensi pers terkait penangkapan pelaku di Polda Metro Jaya, Jumat (11/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah menyerahkan dua berkas perkara kasus hoaks tujuh kontainer surat suara tercoblos ke Kejaksaan Agung. Penyidik saat ini masih mengembangkan kasus guna mencari aktor intelektual dan penyedia dana kasus hoaks tersebut.

"Satu berkas tersangka BBP dan satu berkas tersangka HY," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo melalui pesan singkat, di Jakarta, Jumat (18/1).

Menurutnya, berkas perkara sudah diserahkan penyidik ke Kejaksaan Agung pada 17 Januari 2019. Sementara penyidik kini masih mengembangkan kasus guna mencari aktor intelektual dan penyedia dana kasus hoaks tersebut.

Awalnya polisi menangkap tiga tersangka kasus tersebut di sejumlah daerah, yakni tersangka HY di Bogor Jawa Barat, LS di Balikpapan Kalimantan Timur dan J di Brebes Jawa Tengah.

Ketiganya adalah penyebar info hoaks ke media sosial. Meski sempat ditangkap, mereka tidak ditahan dan hanya dimintai keterangan. Selanjutnya polisi menangkap pembuat konten hoaks kasus ini, yakni tersangka BBP. Kemudian, polisi juga menangkap tersangka berinisial MIK di Banten, yang perannya sebagai penyebar hoaks.

Tersangka HY, LS, dan J diancam dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dengan ancaman dibawah 5 tahun penjara. Sedangkan tersangka BBP dibidik dengan Pasal 14 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement