REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai dalam debat pertama yang bertema hukum, HAM, korupsi, dan terorisme, kedua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tidak menjawab permasalahan hukum yang ada di Indonesia saat ini. Terutama, yang menjadi sorotan ICJR terkait dengan reformasi kebijakan pidana.
Direktur Eksekutif ICJR Anggara mengatakan, ada beberapa catatan ICJR terkait dengan debat paslon presiden dan calon wakil presiden. Pertama dalam isu harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan.
Pada pembahasan mengenai isu tumpang tindih regulasi, para paslon luput dalam mengangkat isu ini. Khususnya, soal tumpang tindih peraturan perundang-undangan dalam kerangka hukum pidana.
Fenomena yang ada saat ini, terdapat begitu banyak peraturan perundang-undangan pidana yang memuat ancaman pidana. Namun, bertentangan satu sama lain atau memuat istilah yang berbeda-beda.
"Akibatnya sering menimbulkan ketidakpastian hukum," kata Anggara dalam keterangan persnya, (18/1).
Sayangnya, jelas dia, kedua pasangan calon tidak punya fokus untuk pembenahan regulasi pidana. Tidak selarasnya peraturan perundang-undangan mengakibatkan banyak hak masyarakat yang tidak terpenuhi.
Salah satu yang disoroti ICJR misalnya pemenuhan hak korban kejahatan. Kemudian soal isu penegakan hukum dalam kejahatan terorisme. Menurut Anggara, kedua paslon tidak menyorot injustice dan inequality yang menjadi persoalan yang harus diperhatikan. Sebab, terorisme saat ini sudah menjadi permasalahan yang kompleks dan tidak lagi hanya terbatas pada permasalahan perbedaan ideologi yang dianut.
"Sayangnya, kedua belah pasangan calon tidak menawarkan bagaimana sebenarnya injustice dan inequality, sehingga terorisme bisa dicegah secara bertahap," paparnya.