Jumat 18 Jan 2019 14:11 WIB

ICW Setuju dengan Prabowo Soal Gaji Layak Birokrat, Tapi...

Prabowo menilai gaji layak untuk pengawa negeri dan birokrat bisa mencegah korupsi.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Capres nomor urut 02 Prabowo tiba untuk mengikuti debat pertama Pilpres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Capres nomor urut 02 Prabowo tiba untuk mengikuti debat pertama Pilpres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Koordinator Divisi Korupsi Politik dari lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz mengatakan, ia setuju dengan pernyataan capres nomor urut 02, Prabowo Subianto dalam debat pertama capres pada hari Kamis (17/1) malam soal janji akan meningkatkan penghasilan pegawai negeri dan birokrat untuk menutup peluang korupsi. Menurut Fariz, gaji yang layak adalah bagian dari pencegahan korupsi.

"Kalau untuk lembaga penyelenggara seperti hakim, polisi, jaksa, gaji tinggi itu punya manfaat untuk mencegah mereka menerima uang dalam setiap penanganan perkara. Jadi ya tentu punya dampak positif. Itu menurut saya pada satu titik," katanya melalui sambungan telepon kepada Republika, Jumat (18/1).

Namun, ia menambahkan, gaji yang layak tidak akan bisa menghilangkan 100 persen korupsi yang basisnya by need dan by create. “Jadi, gaji yang tinggi tidak akan menghilangkan perilaku korupsi 100 persen tapi untuk mencegah korupsi, hal itu punya daya manfaat. Ya orang nggak akan nyari tambahan (korupsi) lagi bagi yang punya komitmen itu, tapi ya di mana-mana korupsi ini kan selalu fondasinya by need dan by create,” imbuhnya.

Ia memberi contoh, orang yang melakukan korupsi karena kebutuhan seperti penegak hukum. "Misalnya, dia hakim di daerah Indonesia bagian timur, keluarganya di Jakarta. Sekali seminggu dia pulang ke Jakarta, tiket pesawat sudah berapa itu kan, gajinya justru habis untuk biaya transportasi. Itu salah satu contoh,” ujarnya.

Selain itu, Fariz juga menyebut, para politikus sekalipun mendapat gaji yang tinggi, tapi tidak akan menghilangkan 100 persen sikap korupsinya. Hal itu disebabkan karena para politikus sudah biasa menerima uang besar dalam setiap proyek yang mereka kawal, dan juga dipicu karena sistem politik yang buruk.

Menurutnya, korupsi akan hilang jika sistem politik di Indonesia diperbaiki. "Sekarang 60 persen kasus-kasus di KPK itu adalah kasus korupsi politik. 60 persen loh. Nah, dia (korupsi) akan hilang kalau sistem politik kita diperbaiki,” jelasnya.

Fariz menegaskan, memperbaiki sistem politik menjadi sebuah tantangan dan hal yang berat karena menunggu etiket baik dari para politisi. Sementara itu, lanjutnya, dari dua kandidat capres dalam Pilpres 2019 tidak ada yang menawarkan perbaikan sistem politik.

Perbaikan sistem politik yang Fariz maksud misalnya, bagaimana rekruitmen kepala daerah oleh partai politik, masa jabatan ketua umum partai politik, dan penentuan siapa yang menduduki jabatan-jabatan strategis di partai politik. "Nah, itu kan salah satu sistem politik, sementara di dua kandidat (capres) ini tidak ada yang menawarkan perbaikan sistem politik,” paparnya.

Sebelumnya, dalam debat pertama capres, Kamis (17/1) malam di Hotel Bidakara, capres nomor urut 02, Prabowo Subianto mengatakan, akar persoalan korupsi terletak pada penghasilan pegawai negeri dan birokrat yang dinilai kurang dan tidak realistis. Prabowo berjanji akan memperbaiki kualitas birokrat untuk menutup peluang korupsi.

Prabowo berjanji akan meningkatkan tax ratio yang sekarang 10 persen ke 16 persen. Dengan meningkatkan gajinya, maka kualitas hidup pejabat publik menjadi baik. Namun, jika sudah dijamin kebutuhannya, tapi masih korupsi, maka pejabat publik tersebut perlu ditindak tegas.

"Misalnya, kita taruh di mana, di pulau yang terpencil," kata Prabowo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement