REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyatakan, KPU bisa saja melakukan pengubahan format debat calon presiden pada debat-debat selanjutnya. Pengubahan tersebut tergantung pada evaluasi yang dilakukan KPU.
"Bisa bisa, nanti tergantung evaluasi. Pokoknya KPU ingin menyelenggarakan debat yang tujuan utamanya tercapai," kata Arief di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (18/1).
Baca Juga
- Debat Perdana Capres-Cawapres Minim Serangan
- Pengamat Terorisme: Debat Capres tak Penuhi Harapan Publik
- KPU: Kisi-Kisi Pertanyaan Debat Capres akan Dievaluasi
Arief menjelaskan, tujuan diselenggarakannya débat capres adalah agar pemilih mengetahui visi dan misi pasangan calon Presiden dan wakil presiden. Sehingga, kata dia, teknis debat termasuk metode dan variasi penyelenggaraan bisa dimodifikasi, asalkan tujuan utama debat itu tetap tersampaikan pada publik.
"Karena kampanye itu tujuannya penyampaian visi misi, program, jadi tujuan utama harus tercapai. Kalau metode debat caranya durasinya itu kan cara saja. Tapi tujuan utama harus tercapai," ujar dia.
Arief mengakui, masukan dalam berbagai hal teknis juga diterima KPU. Ia mencontohkan, terkait banyaknya simpatisan pasangan calon yang diperkenankan ikut dalam ruangan depan. Menurut Arief, terkait banyaknya simpatisan ini bergantung pada kapasitas ruangan.
"Kalau kita punya kapasitas ruangannya dua ribu ya kita undang banyak orang dong, tapi kalau kapasitas ruangan lima ratus ya kita pastikan yang diundang hanya lima ratus," ujar dia.
Arief juga mengaku menerima sejumlah masukan dalam aspek durasi debat. Ia menyatakan, pihaknya menerima masukan itu sebagai bahan evaluasi dalam penyelenggaraan debat-debat berikutnya.
"Nanti semua jadi catatan kita. Kan para ahli itu kan tau berbicara satu menit itu tau berbicara satu menit itu cukup atau tidak, tiga menit dan seterusnya," ujar dia menegaskan.
Debat pertama Pilpres 2019 telah diselenggarakan pada Kamis (18/1) malam di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan. Debat tersebut membicarakan soal hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.
Pengamat politik dari UIN Jakarta Adi Prayitno menilai secara umum debat pertama capres-cawapres membosankan. Sebab, kedua pasangan calon, baik Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, tidak bisa mengelaborasi proposal kebijakan yang akan mereka lakukan lima tahun ke depan jika mereka terpilih.
"Kedua paslon di babak awal terlihat kaku dan jaim. Ini sangat terkait peraturan KPU yang rigit hingga mempersempit ruang manuver paslon," kata Adi menanggapi debat capres, di Jakarta, Kamis (17/1) malam.
Dilihat dari gaya debat, lanjut dia, Jokowi nisbi banyak menyerang dengan intonasi dan mimik yang tak biasanya. Sementara Prabowo nisbi kalem dan bisa menahan diri.
"Efek kehati-hatian itu membuat pernyataan Prabowo kurang nendang. Malah Jokowi yang banyak nyerang balik," ujarnya.