Jumat 18 Jan 2019 09:55 WIB

Hero Rontok, tak Ada Konsumen Loyal

Selisih 1.000-2.000 akan bisa menjadi penentu bagi konsumen untuk berbelanja.

Dwi Murdaningsih
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID,  oleh Dwi Murdaningsih*

PT Hero Supermarket memutuskan menutup gerai di beberapa lokasi. Hero akan melakukan ekspansi dengan cara yang berbeda. Di antaranya, memanfaatkan platform online seiring dengan perkembangan e-commerce.

Efisiensi ritel dengan penutupan gerai tidak hanya teradi pada Hero saja. Tahun lalu, sejumlah toko ritel yang bergerak di bidang fashion, seperti H&M, Lotus, hingga Dabenhams juga mengurangi gerainya.

Sejumlah pelaku usaha dan pengamat ekonomi mengatakan hal ini disebabkan karena daya beli masayarakat terus menurun. Selain itu, ada peralihan dari kegiatan belanja konvensional ke digital yang semakin intensif.

Apa yang terjadi dengan toko ritel dan konsumen di Indonesia? Benarkah daya beli menurun? Ada ritel yang berguguran, tapi ada juga ritel yang terus melakukan ekspansi.

Di zaman dengan persaingan bisnis yang serbaketat ini perlu inovasi agar tetap bisa bertahan. Di peritel consumer goods, seperti Hero dan kawan-kawannya, harus terus berinovasi menarik pelanggan dengan memberikan benefit kepada konsumen sehingga konsumen tidak ‘pindah ke toko sebelah’.

Peritel consumer goods pasar utamanya adalah ibu rumah tangga. Mereka adalah pengambil keputusan soal 'akan belanja di mana' dan berapa banyak yang akan dibelanjakan pada bulan ini.

Soal akan belanja di mana, bagi konsumen tentu saja mereka akan memilih ritel dengan harga yang paling kompetitif dan kualitas yang baik. Semakin banyak diskon dan promo tentu akan semakin menggiurkan. Sudah banyak kini peritel yang bekerja sama dengan channel pembayaran tertentu untuk memberikan cashback untuk konsumen.

Bagi konsumen consumer goods, selisih 1.000-2.000 akan bisa menjadi penentu di mana mereka akan berbelanja. "Iya, kita kan belanjanya banyak. Jadi selisih harga sangat memengaruhi anggaran belanja kita," begitu kata mereka, yang turut penulis amini.

Menurut hemat penulis, tak ada konsumen yang loyal. Konsumen akan selalu mencari ritel yang memenuhi kebutuhan mereka dengan harga yang kompetitif. Ini juga berkaitan dengan hipotesis soal daya beli masyarakat yang oleh para pengamat ekonomi dianggap menurun.

Perlu diingat, meskipun daya beli menurun, masyarakat tetap butuh belanja, tetap butuh sabun untuk mandi setiap hari. Bagi konsumen, jalan tengahnya tentu dengan mengurangi belanja atau mencari alternatif belanja lain yang lebih murah. Kalau toko A mahal, berpindahlah ke toko B yang lebih murah.

Bagaimana dengan e-commerce memengaruhi bisnis ritel? E-commerce kini memang semakin menjamur. Tapi, sejauh pengamatan penulis, e-commerce baru sangat booming untuk produk fashion atau elektronik, bukan untuk consumer goods .

Belanja online memang sangat mudah. Penjual online juga dari berbagai kalangan sehingga masyarakat bisa memilih toko sesuai isi dompet mereka. Tinggal pilih, klik-klik, bayar barang sudah sampai di tempat. Apalagi, kini semakin banyak pula marketplace yang menjanjikan gratis ongkos kirim. Ini juga menjadi poin tambahan konsumen memilih belanja online.

Baik belanja konvensional ataupun online, kuncinya adalah inovasi dan menjaga kualitas. Berjualan online tanpa inovasi pun rasa-rasanya tak akan bertahan lama.

*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement