Kamis 17 Jan 2019 23:32 WIB

Konservasi Gajah Ramah Lingkungan di Aek Nauli

Aek Nauli digagas untuk menjadi lokasi pelestarian gajah sumatra

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli. Kawasan yang berlokasi di Pematangsiantar, Provisi Sumatra Utara itu resmi menjadi area konservasi dan ekowisata gajah jinak sejak Desember 2017.
Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli. Kawasan yang berlokasi di Pematangsiantar, Provisi Sumatra Utara itu resmi menjadi area konservasi dan ekowisata gajah jinak sejak Desember 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, PEMATANGSIANTAR -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merilis informasi kondisi terkini Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli. Kawasan yang berlokasi di Pematangsiantar, Provisi Sumatra Utara itu resmi menjadi area konservasi dan ekowisata gajah jinak sejak Desember 2017.

Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli, Pratiara, menginformasikan bahwa pengelolaan KHDTK Aek Nauli dilakukan secara ramah lingkungan. Selain menjaga keberlangsungan hidup dan konservasi gajah, pengelolaan kawasan juga tidak boleh membahayakan lingkungan sekitar.

Area yang kini dikenal dengan nama Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC) itu digagas untuk menjaga kelestarian gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) yang berstatus konservasi dilindungi. Kawasan juga berfungsi untuk kegiatan penelitian dan mendukung daya tarik wisata di Danau Toba.

"Sebagai bagian daerah tangkapan air, KHDTK Aek Nauli memiliki beragam jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi yang harus kita jaga kelestariannya. Salah satunya dengan menentukan daur, dan siklus lokasi angon gajah di sini," kata Pratiara lewat pernyataan resminya.

Penentuan siklus lokasi itu disebutnya penting, mengingat keberadaan gajah berpotensi menyebabkan perubahan pada kawasan hutan. Lantai hutan menjadi lebih terbuka karena berkurang atau hilangnya vegetasi untuk tingkat semai, dan tumbuhan bawah. Tumbuhan pioner juga bermunculan, sehingga berpeluang menyebabkan perubahan komposisi jenis.

Selama ini, gajah dibiarkan hidup di hutan secara bebas karena belum ada area khusus untuk habitatnya. Pemulihan kawasan hutan harus segera dilakukan guna mengembalikan komposisi dan struktur vegetasi mendekati kondisi semula sebelum terjadinya gangguan. 

Dengan demikian, ekosistem hutan KHDTK Aek Nauli dapat kembali menjalankan peran dan fungsinya sebagai kawasan hutan lindung. Agar pemulihan dapat berjalan baik, diperlukan informasi komposisi dan struktur vegetasi di kawasan hutan, baik pada ekosistem hutan yang masih baik maupun yang telah terdampak.

Tersedianya kondisi acuan itu merupakan komponen penting dalam kegiatan pemulihan kawasan hutan. Berdasarkan kajian awal peneliti BP2LHK Aek Nauli Sriyanti Puspita Barus, diketahui telah terjadi penurunan kerapatan vegetasi tingkat semai dan pancang pada ekosistem yang terdampak.

Penurunan vegetasi tingkat semai terjadi sebesar 37 persen, dari 82.500 individu/hektare menjadi 51.667 individu/hektare dalam setahun pertama keberadaan gajah di sana. Bahkan pada tingkat pancang, penurunan kerapatan lebih besar yakni 57 persen.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu segera dilakukan pengayaan jenis dengan penanaman jenis-jenis yang hilang. Salah satu prasyarat keberlangsungan regenerasi alami suatu ekosistem adalah ketersediaan tingkat permudaan yang mencukupi. Namun, proses itu lambat tercapai karena sebagian besar vegetasi di sana adalah tegakan pohon pinus.

"Perlu upaya mempercepat proses regenerasi tersebut, karena regenerasi alami pada ekosistem hutan pinus berjalan sangat lambat. Zat allelopati yang dihasilkan serasah pinus membuat pertumbuhan terhambat sehingga ketersediaan pohon lain sebagai sumber benih pun menjadi jarang," kata Sriyanti.

Gajah sumatra merupakan salah satu satwa liar yang telah banyak mengalami penjinakan. Gajah jinak atau captive hasil penjinakan tersebut kemudian mendapat pengasuhan dari "mahout", yaitu orang yang bertugas untuk merawat dan melatih gajah.

Sejauh ini, pemanfaatan gajah jinak di Indonesia telah dilakukan untuk beberapa hal, di antaranya untuk pendidikan dan mitigasi konflik gajah dengan manusia. Selain itu, dapat bermanfaat untuk penelitian ekologi, kegiatan konservasi, dan ekowisata, seperti yang dilakukan di KHDTK Aek Nauli. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement