REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro mengaku tidak berkomunikasi sama sekali dengan keluarganya selama dua tahun pelariannya di luar negeri. Hal itu diungkapkan Eddy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/1).
"Seingat saya tidak ada berkomunikasi dengan anak dan istri, keluarga tidak ada yang ikut dan tidak ada berkunjung selama saya di luar negeri," kata Eddy Sindoro.
Eddy Sindoro hari ini menjadi saksi untuk pengacara Lucas yang didakwa membantu pelarian Eddy Sindoro selaku terdakwa kasus penyuapan yang tangani oleh KPK sejak 2016. Eddy sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 21 November 2016 oleh KPK pergi ke luar negeri hingga akhirnya dideportasi pada 29 Agustus 2018 dari Malaysia karena menggunakan paspor palsu Republik Dominika.
"Saya di luar negeri melakukan pengobatan, sakitnya dalam bahasa sehari-hari syaraf kejepit, saat itu sudah membaik tapi masih sakit," ungkap Eddy.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Eddy Sindoro, sepanjang September 2016 sampai Agustus 2018, Eddy bepergian ke berbagai negara seperti Singapura, Kamboja, Thailand, Malayasia, Hong Kong, Jepang, dan juga Myanmar. "Semuanya untuk pengobatan, saya selalu berusaha cari solusi karena saya tidak dapat solusi kesehatan di tempat lain," tambahnya.
Ia mengaku selama di luar negeri ia tidak dibantu oleh orang Indonesia, melainkan kawannya bernama Jimmy yang merupakan warga negara Singapura. "Ada rekan yang membantu, orang Singapura, namanya Jimmy, dia sehari-hari pedagang barang-barang antik," ungkap Eddy.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Eddy Sindoro dibantu Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie membuat paspor palsu Republik Dominika Nomor RD4936460 atas nama Eddy Handoyo Sindoro. "Yang membuat paspor Dominika itu Jimmy, tapi saya tidak tahu di mana dia membuatnya," ujarnya.
Sebagaimana disebut dalam dakwaan, Lucas mengatur agar saat Eddy mendarat di Bandara Soekarno Hatta langsung dapat melanjutkan penerbangan ke luar negeri tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi. Lucas menghubungi sekretaris Komisaris Air Asia Dina Soraya untuk mengatur hal tersebut. Dina lalu menghubungi ground staff Air Asia Dwi Hendro Wibowo alias Bowo.
Bowo dan Duty Executive PT Indonesia Air Asia Yulia Shintawati lalu menjemput Eddy, Jimmy, dan Michael di depan pesawat menggunakan mobil Air Asia langsung menuju Gate U8 Terminal 3 tanpa melalui pemeriksaan Imigrasi, dimana Ridwan telah mempersiapkan boarding pass mereka. Eddy Sindoro dan Jimmy pun dapat langsung terbang ke Bangkok tanpa diketahui pihak Imigrasi.