Kamis 17 Jan 2019 06:21 WIB

Waspada, 8 Meninggal Akibat DBD

Wilayah terparah kena DBD memiliki curah hujan tertinggi.

Rep: RR Laeny Sulistyawati, Binti Sholikah/ Red: Elba Damhuri
Pengasapan cegah DBD.
Foto: Antara.
Pengasapan cegah DBD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebanyak delapan orang meninggal akibat demam berdarah dengue (DBD) selama 2019. Selain itu, ratusan kasus DBD sudah tercatat. Padahal, 2019 baru memasuki hari ke-17. Seluruh korban meninggal akibat DBD terjadi di Provinsi Sulawesi Utara.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Sulut Steaven Bandel mengatakan, peningkatan kasus DBD terjadi di beberapa tempat, seperti Kota Manado, Minahasa Tenggara, Minahasa Utara, dan Sangihe. Berdasarkan data yang diperoleh dari awal Januari 2019 hingga 15 Januari 2019, ia menyebut 481 kasus DBD telah terjadi di Sulut dan setengahnya terjadi di Manado.

"Kemudian delapan jiwa di antaranya terkonfirmasi meninggal dunia akibat DBD. Perinciannya lima jiwa meninggal dari Manado, satu jiwa di Bitung, satu jiwa di Minahasa Tenggara, kemudian satu jiwa di Kepulauan Sangihe," kata Steaven, Rabu (16/1).

Ia menyebut kasus DBD tertinggi terjadi di Manado. Menurut dia, Manado menjadi yang tertinggi karena curah hujan di daerah tersebut sangat tinggi. Bahkan, ada imbauan dari pemerintah supaya waspada untuk menghadapi bencana banjir. Apalagi, ia menyebut daerah urban seperti Manado memiliki banyak wadah atau ban bekas yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

Dinkes Sulut mencatat puncak kasus DBD tertinggi terjadi pekan lalu. Yakni, dalam satu hari sebanyak 50 orang atau 50 kasus baru masuk rumah sakit. Kini, ia mengklaim jumlah penderita DBD di Sulut mulai menurun. "Kami pantau sampai kemarin dan trennya turun cukup bermakna karena yang masuk rumah sakit (RS) akibat DBD sekarang 15 orang per hari," ujarnya.

Kasus DBD mengkhawatirkan juga terjadi di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dinkes NTT mengonfirmasi delapan jiwa meninggal akibat DBD pada 2018. Kini status Kabupaten Manggarai Barat dinyatakan mengalami kejadian luar biasa (KLB) DBD. Kepala Dinas Kesehatan NTT Dominikus Minggu Mere mengatakan, pihaknya mendapatkan laporan jumlah kasus DBD di Kabupaten Manggarai Barat sejak Januari 2018 hingga November 2018 sebanyak 279 penderita dan tiga jiwa meninggal.

Kemudian kasus terus meningkat pada Desember 2018 sebanyak 539 orang menderita DBD dan jumlah kematian lima jiwa. Kemudian DBD mulai 1 Januari 2019 sampai 11 Januari 2019 tercatat 112 orang, meski belum ada yang meninggal dunia. "Kemudian bupati Manggarai Barat sudah mengeluarkan surat pernyataan kejadian luar biasa DBD," ujar Mere, Rabu (16/1).

Ia menjelaskan, tingginya kasus DBD di Manggarai Barat karena banyaknya semak-semak. Apalagi, ia menyebut NTT mengalami curah hujan yang deras meski dalam waktu singkat. Selain itu, ia menyebut perhatian masyarakat untuk membersihkan lingkungan yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak jentik nyamuk masih sangat kurang. Misalnya, pembersihan saluran air.

"Kalau tidak dibersihkan saluran airnya bagus untuk perindukan nyamuk," ujarnya.

Dinkes NTT akhirnya meninjau langsung ke Kabupaten Manggarai Barat. Peninjauan ini sekaligus untuk membahas pencegahan dengan pemangku kepentingan terkait, seperti pemerintah daerah Kabupaten Manggarai Tenggara. Dalam pembahasan tersebut, disepakati penyelidikan epidmiologi untuk memastikan penanggulangan DBD. Selain itu, Dinkes NTT sudah memberikan logistik untuk melakukan pencegahan.

"Kami berikan bantuan logistik ke sana berupa lima mesin fogging, pembagian larvasida atau abate dan plasma darah PMI," ujarnya.

Peningkatan kasus DBD juga terjadi di Pulau Jawa. Direktur RSUD Sragen Didik Haryanto mencatat, sudah ada 51 pasien dirawat akibat DBD selama Januari 2019. Bahkan, khusus Rabu (16/1), ada 20 pasien DBD yang dirawat di RSUD Sragen, di mana lima pasien di antaranya baru masuk hari tersebut.

"Kondisinya belum sampai shock. Masih bisa ditangani dengan baik," katanya kepada wartawan, Rabu (16/1).

Sebelumnya, terdapat dua pasien DBD yang meninggal, yakni satu dewasa dan satu anak-anak. Menurut dia, pasien yang meninggal tersebut sudah masuk kondisi DSS (dengue shock syndrome) atau stadium shock. Didik mengatakan, yang perlu diwaspadai peningkatan pasien yang berobat ke RSUD Sragen karena Pemkab telah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB). Antisipasi dilakukan dengan penambahan tempat tidur.

"Selama ini masih cukup. Yang di bangsal Anggrek untuk anak-anak kapasitasnya 32 bed," katanya.

Dengan adanya kondisi darurat tersebut, jika nantinya kalau ada penambahan pasien, tempat tidur pasien akan ditambahkan pada ruangan. Misalnya, ruangan berkapasitas lima tempat tidur akan ditambah. Dengan demikian, dia memastikan nantinya tidak ada pasien yang berada di lorong-lorong.

"Kami akan berusaha mengatur. Kalau ada penderita DBD masuk ke sini kami upayakan penambahan tempat tidur," ujarnya. (ed: agus raharjo)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement