Rabu 16 Jan 2019 19:43 WIB

Brexit Kacau, PM May Diujung Tanduk

Belum ada kesepakatan antara Uni Eropa dan Inggris.

Rep: Lintar Satria/Antara/ Red: Teguh Firmansyah
Perdana Menteri Inggris Theresa May berbincang dengan Presiden Argentina Mauricio Macri di sela kegiatan KTT G20 di Buenos Aires, Jumat (30/11).
Foto: AP
Perdana Menteri Inggris Theresa May berbincang dengan Presiden Argentina Mauricio Macri di sela kegiatan KTT G20 di Buenos Aires, Jumat (30/11).

REPUBLIKA.CO.ID,  AMSTERDAM -- Nasib Perdana Menteri Inggris Theresa May diunjung tanduk. Ia menghadapi mosi tidak percaya setelah kesepakatan  British Exit (Brexit) yang diajukannya ditolak Parlemen.

Usulan May kalah telak dengan perbandingan 432 anggota parlemen menolak dan hanya 202 setuju. Ini merupakan kekalahan terburuk dalam sejarah politik Inggris moderen. 

Hal ini juga memicu kekacauan politik yang dapat membuat keluarnya Inggris dari Uni Eropa tidak berjalan dengan lancar atau bahkan sama sekali tidak terjadi.

Dengan semakin dekatnya tenggat waktu Brexit yakni pada 29 Maret kini Inggris menghadapi krisis politik yang paling tajam selama setengah abad terakhir.

Pemimpin partai oposisi yakin Partai Buruh Jeremy Corbyn juga menyerukan mosi tidak percaya kepada pemerintahan May. Pemungutan mosi tidak percaya itu akan digelar pada Rabu pukul 19.00 waktu setempat atau Kamis pukul 02.00 dini hari WIB. 

Partai Konservatif yang pro-Brexit mengatakan akan mendukung perdana menteri.  "Saya tidak punya keraguan perdana menteri akan memenangkan pemungutan suara itu dan dia bisa fokus dalam mencoba membicarakan sesuatu dengan Uni Eropa dan anggota parlemen," kata anggota parlemen Inggris dan Deputi Ketua Partai Konservatif James Clevery, Rabu (16/1).

 

Jerman sebagai anggota paling berpengaruh di Uni Eropa meminta Inggris membuat pembicaraan baru dengan blok itu. Para pemimpin Uni Eropa memperingatkan adanya konsekuensi yang sangat buruk jika Brexit dilakukan tanpa kesepakatan.

Para pemimpin bisnis juga khawatir akan terjadi kekacauan dalam rantai pasokan barang di seluruh Eropa dan sekitarnya.

Baca juga, Usulan Brexit PM Inggris Kandas di Parlemen.

Politisi dari Partai Buruh John McDonnell mengatakan May dapat memenangkan kesepakatan yang ia ajukan di parlemen jika ia bernegosiasi dengan Partai Buruh.

Kekalahan memalukan yang diterima May menghancurkan upaya yang ia lakukan selama dua tahun terakhir untuk dapat mengeluarkan Inggris dari Uni Eropa dengan mulus.

Sejak rakyat Inggris memilih untuk keluar dari Eropa pada 2016 lalu, pertanyaan tentanga bagaimana caranya Inggris memisahkan diri dari Uni Eropa terus menjadi topik perdebatan sehari-hari dalam perpolitikan Inggris.

Uni Eropa diprakasai Prancis dan Jerman sebagai upaya agar Eropa dapat bangkit usai Perang Dunia II.   Keanggotaan Inggris di Uni Eropa memang menjadi bahan perdebatan.

Tapi sebagian besar rakyat Inggris setuju kini negara mereka sedang dalam persimpangan. Kebanyakan dari mereka akhirnya memilih Brexit sebagai jalan memberi kemakmuran bagi generasi mendatang.

Jika parlemen memilih mosi tidak percaya, maka May mempunyai waktu selama 14 hari untuk menyerahkan pemerintahan ke pemerintah yang baru. Menurut lembaga think tank Inggris Institute of Goverment jika parlemen tidak percaya dengan pemerintahan yang baru maka pemilihan umum harus dilakukan 17 hari kedepan.

Mosi tidak percaya ini prisip dasar dari konstitusi Inggris. Pemerintah harus mempertahankan kepercayaan legislatif untuk bisa melanjutkan pemerintahan.

Brexit kacau

Presiden Komisi Uni Eropa Jean-Claude Juncker mengatakan kemungkinan Brexit akan berlangsung dengan kacau. Sementara itu Presiden Uni Eropa Donald Tusk menyarankan Inggris mempertimbangkan untuk membatalkan proses Brexit.

"Jika tidak ada kesepakatan dan tidak ada satu pun yang mau tanpa kesepakatan, lalu siapa yang akhirnya berani untuk mengatakan satu-satunya solusi positif?" tulis Tusk di media sosial Twitter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement