REPUBLIKA.CO.ID, LEMBANG -- Awal 2019, harga komoditas tomat di tingkat bandar di wilayah Lembang, Kabupaten Bandung Barat mengalami kenaikan di kisaran Rp 8.000 hingga Rp 10 ribu perkilogram. Kenaikan harga diperkirakan karena panen yang tidak merata di sejumlah daerah penghasil tomat.
Enjang, bandar sayuran di Lembang mengungkapkan harga komoditas tomat naik dua kali lipat. Biasanya, tomat dijual dengan harga Rp 3.000 hingga Rp 5.000 per kilogram. Tidak hanya itu, saat ini pasokan banyak namun harga tetap naik dan tidak turun. "Pasokan dari daerah lain kurang, sehingga harganya jadi mahal," ujarnya, Rabu (16/1).
Menurutnya, beberapa daerah penghasil tomat seperti Garut dan Sukabumi saat ini belum bisa memenuhi permintaan pasar. Ia menuturkan, kenaikan harga tomat sekarang menguntungkan petani dan bandar. Sebab keuntungan yang diperoleh bisa berlipat ganda. "Tomat sampai mahal begini sangat jarang. Paling mahal itu Rp 7.000 perkilogram," katanya.
Dia menambahkan, stok tomat di gudang masih kurang untuk memenuhi permintaan pasar induk di Bandung dan Jakarta. Enjang mengaku tidak mengetahui penyebab kurangnya pasokan tomat di pasar.
"Kemarin-kemarin harga tomat sempat anjlok hingga Rp 500 perkilogram di kebun. Waktu itu, percuma dipanen juga, soalnya ongkos panen jauh lebih mahal," katanya.
Sementara itu, salah seorang petani Ating mengaku kenaikan harga komoditas tomat tidak dibarengi dengan kenaikan harga komoditas lainnya. Sebab, beberapa komoditas seperti buncis dari petani hanya dijual Rp 2.500 per kilogram dan sawi Rp 1.500 per kilogram. "Harga buncis turun drastis, padahal musim kemarau kemarin sempat tembus harga Rp 11 ribu perkilogram," ungkapnya.