Sabtu 19 Jan 2019 00:00 WIB

Kota-Kota yang Diet Kantong Plastik

Sejumlah kota mulai menerapkan kebijakan pengurangan penggunaan plastik.

Esthi Maharani
Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Esthi Maharani, Redaktur Republika.co.id

Sebagian dari kita mungkin tergerak dengan berita matinya seekor paus sperma di perairan Pulau Kapota, Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada November tahun lalu. Sedikit mengingatkan, Paus tersebut menelan hampir enam kilogram plastik dan sandal jepit. Dalam sebuah cuitan, lembaga WWF Indonesia merinci apa saja yang ditemukan di dalam perut bangkai hewan tersebut.

“5,9 kg sampah plastik ditemukan di dlm perut paus malang ini! Sampah plastik yaitu: plastik keras (19 pcs, 140 gr), botol plastik (4 pcs, 150 gr), kantong plastik (25 pcs, 260 gr), sandal jepit (2 pcs, 270 gr), didominasi o/ tali rafia (3,26 kg) & gelas plastik (115 pcs, 750 gr)."

Sampah plastik di lautan bisa dibilang tak sedikit. Menurut laporan yang disusun lembaga Ocean Conservancy and the McKinsey Center for Business and Environment pada 2015 disebutkan lima negara di Asia yakni Cina, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand menghasilkan 60 persen limbah plastik di lautan. Akibatnya, sejumlah hewan laut diyakini mati akibat sampah plastik setiap tahun. Pada Juni lalu, seekor paus pilot mati di bagian selatan Thailand setelah menelan 80 kantong plastik. PBB bahkan menyatakan kehidupan biota laut menghadapi "kerusakan yang tak bisa diperbaiki" akibat sekitar 10 juta limbah plastik yang dibuang ke laut setiap tahun.

 

Lalu apa yang sudah kita perbuat untuk kurangi sampah plastik?

Secara pribadi, saya sendiri sudah lama memulai mengurangi penggunaan sampah plastik. Misalnya, tidak menggunakan sedotan ketika jajan di luar, menolak kantong plastik ketika berbelanja di mini market, membawa tas sendiri ketika berbelanja, dan membawa tempat minum sendiri ketika bepergian.

Tetapi, saya penasaran, apakah di tingkat pemangku kebijakan upaya-upaya pengurangan kantong plastik itu sudah ada dan berhasil diterapkan? Beberapa tahun lalu, pemerintah pusat memang mencoba menerapkan hal tersebut tetapi tak terlalu sukses karena kebijakannya masih uji coba dan tidak diperpanjang. Bahasa halusnya: dikaji kembali.

Saya pun mencoba mencari barangkali ada kota-kota di Indonesia lewat pemerintah daerah (Pemda) yang memiliki kebijakan untuk mengurangi sampah plastik dan sudah diterapkan atau bahkan telah berhasil diterapkan. Saya tersenyum ketika mengetahui setidaknya ada beberapa kota yang berkomitmen untuk mengurangi sampah plastik.

Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan bisa jadi merupakan kota pertama yang serius untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Hal itu dapat dilihat dari diterapkannya Peraturan Wali Kota No 18 tahun 2016 tentang Pengurangan Penggunaan Kantongan Plastik di Retail maupun Mini Market. Sejak aturan itu diterapkan pada Juli 2016, Banjarmasin telah berhasil mengurangi sampah plastik di TPA hingga 15 persen dan mencegah pemanfaatan kantong plastik hingga 54 juta lembar. Kebijakan itu pun diperluas dengan gerakan membawa botol minum ke tempat kerja atau ke sekolah untuk mengurangi sampah plastik dari minuman kemasan sekali pakai.

Di 2018, ada beberapa kota yang mulai serius menerapkan kebijakan serupa. Sebut saja Kota Balikpapan, Kalimantan Timur yang mengeluarkan Peraturan Wali Kota Balikpapan No 8 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Kota Jambi juga mengeluarkan Peraturan Wali Kota Jambi no 54 tahun 2018 tentang kebijakan strategis daerah tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenisnya.

 

Kota Bogor, Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 61 tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Aturan itu diterapkan melalui program Botak atau Bogor Tanpa Kantong Plastik. Aturan ini masih dilakukan perlahan dan masih menyasar tempat-tempat yang mudah diatur. Aturan ini pun belum dibarengi sanksi karena Pemkot masih mengandalkan sosialisasi, pengarahan dan penyuluhan ke tempat-tempat yang mudah diatur tadi.

Terakhir, kota Denpasar, Bali mengeluarkan Peraturan Wali Kota Denpasar No 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Penggunaan kantong plastik di toko-toko modern dan pusat perbelanjaan dilarang di kota tersebut dimulai pada 1 Januari 2019.

Selain aturan tingkat kota yang dibuat oleh Pemkot Denpasar, Pemerintah Provinsi Bali juga membuat kebijakan serupa dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Gubernur Bali Wayan Koster melarang penggunaan tiga bahan yang terbuat dari plastik yakni kantong plastik, polysterina (styrofoam), dan sedotan plastik.

“Pergub ini bertujuan untuk menjaga kesucian, keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup. Di samping itu menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat, akibat dampak buruk dari penggunaan plastik sekali pakai (PSP) dan mencegah pencemaran dan atau kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan PSP,” kata Wayan Koster.

Dalam aturan tersebut, Pemerintah Provinsi Bali tak hanya melakukan pembatasan timbunan sampah plastik di toko modern dan pusat perbelanjaan saja, tapi juga meminta kepada produsen, distributor dan pemasok, serta pelaku usaha untuk menyediakan pengganti plastik sekali pakai. Saya hanya berharap, kebijakan Pemkot-Pemkot tersebut menular dan menjalar ke kota-kota lain dan sampah plastik –kalau tak bisa hilang—minimal bisa berkurang.

*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement