Selasa 15 Jan 2019 21:34 WIB

Presiden dan Pemerintah 'Langganan' Sasaran Hoaks

Kemkominfo mengajak masyarakat aktif melaporkan akun berkonten hoaks.

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Rosarita Niken Widiastuti memberikan penjelasan dalam diskusi publik di Jakarta, Selasa (15/1).
Foto: Republika/Prayogi
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Rosarita Niken Widiastuti memberikan penjelasan dalam diskusi publik di Jakarta, Selasa (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memaparkan hasil penapisan "artificial intelligence" selama tiga bulan terakhir. Terungkap konten hoaks di Indonesia paling banyak menyerang pemerintah.

"Berita bohong atau hoaks yang beredar di Indonesia paling banyak menyerang pemerintah," ujar Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Rosarita Niken Widyastuti, dalam diskusi di Jakarta, Selasa (15/1).

Rosarita mengatakan, setelah pemerintah, informasi hoaks juga banyak menyerang presiden, kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2019, dan para menteri, yang disebarkan melalui pesan singkat berantai dan media sosial.

Berdasarkan data tersebut, Dirjen mengungkapkan sebanyak 63 informasi hoaks terkait dengan politik dan Pemilu 2019.

"Itu yang sangat disayangkan, ketika kita akan menggelar pesta demokrasi justru banyak beredar informasi negatif, ujaran kebencian, fitnah, hingga provokasi," katanya.

Ia menjelaskan, Kominfo telah berupaya menekan penyebaran hoaks yang banyak beredar melalui media sosial yang banyak digunakan masyarakat. 

"Kami terus melakukan verifikasi, namun penyebaran hoaks lebih cepat, maka kami sebenarnya tidak bisa bekerja sendirian," kata Rosarita.

Oleh sebab itu, Kemkominfo melakukan kerja sama dengan pihak-pihak terkait seperti 98 komunitas cyber dan beberapa kementerian serta lembaga terkait.

"Kami juga rajin menegur platform-platform yang memiliki akun dengan konten informasi berita bohong, radikal, dan menyesatkan," ujarnya.

Rosarita kemudian memberikan contoh aplikasi "Telegram" dan "TikTok" yang dinyatakan bermasalah dan sempat diminta untuk segera memperbaiki kontennya.

"Masyarakat juga kami minta untuk aktif, dengan melaporkan akun atau konten dengan informasi negatif, dengan begitu akan mudah menapis konten-konten negatif supaya tidak tersebar," tambahnya. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement