Selasa 15 Jan 2019 17:23 WIB

Emil akan Bentuk Unit Kerja Khusus Angkut Sampah Citarum

Sampah di sungai sudah berhasil diangkut namun di daratan belum diangkut.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Warga mencari ikan diantara sampah dan eceng gondok di Sungai Citarum Kawasan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (26/6).
Foto: Raisan Al Farisi/Antara
Warga mencari ikan diantara sampah dan eceng gondok di Sungai Citarum Kawasan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (26/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil menilai pencapaian program Citarum Harum sudah signifikan. Ridwan Kamil pun, sangat mengapresiasi karena sekarang sampahnya sudah berkurang. Namun, numpuknya di daratan dan belum diangkut.

"Maka solusi di 2019 ini setelah sampahnya diangkut dari sungai dan numpuk di daratan maka sampahnya akan diangkut oleh unit kerja khusus yang mengangkut sampah," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil kepada wartawan, Selasa (15/1).

Emil mengatakan, untuk mengeruk sampah di Citarum, tim juga masih kurang alat. Oleh karena itu, tahun ini Pemprov Jabar akan membeli 10 alat mesin excavator.

"Karena melintasi belasan kabupaten kota koordinasi menjadi terlalu berat.

Sehingga untuk urusan-urusan sampah yang seringkali pingpong-pingpong dengan kapasitas terbatas nanti kita akan beli truk sampah sendiri," paparnya.

Emil mengusulkan, agar terbentuknya satu wilayah administrasi khusus di sepanjang Sungai Citarum. Hal ini dirasa perlu karena masing-masing kabupaten/kota yang dilalui sungai memiliki kemampuan dan kebijakan yang berbeda-beda.

Selain itu, kata dia, wilayah admnistrasi khusus diperlukan untuk mengurus sampah sendiri berdasarkan wilayah administrasinya. Tapi, bukan berarti membuat kabupaten atau kota baru.

"Pengelolaan apapun urusannya selama radiusnya dekat Citarum akan dikelola oleh manajemen Citarum. Termasuk sampah ini, akan diambil oleh truk milik kita oleh karyawan kita dibuang sendiri," katanya.

Di tempat yang sama, Kapolda Jawa Barat Irjen Agung Budi Maryoto mengatakan pihaknya tidak bisa bekerja sendiri dalam menindak pencemar Sungai Citarum. Untuk menindak pabrik pencemar, aparat memerlukan pendampingan dari tim ahli seperti dari dinas lingkungan hidup.

Selain itu, kata dia, pada 2018 kemarin pihaknya mengalami kesulitan dana karena minimnya alokasi dari pemerintah daerah terkait rehabilitasi Sungai Citarum ini. "Pada 2018 hanya ada Rp 84 juta. Mungkin hanya untuk lima kasus saja. Namun karena semangat tinggi dan sinergi, 2018 ada sembilan kasus yang lengkap (sudah diserahkan ke kejaksaan untuk disidangkan)," katanya.

Beruntung, kata dia, pada 2019 ini pihaknya mendapat bantuan dana dari Mabes Polri untuk memaksimalkan tugas tersebut. "Alhamdulillah, 2019 mendapat Rp 3,084 miliar. Kita salurkan ke polres-polres untuk mendukung kegiatan sidik lidik terkait Citarum, agar maksimal. Sekarang tidak usah ragu, anggaran kita cukup," katanya seraya menyebut pada 2018 pihaknya menangani 58 kasus.

Selain itu, Agung mengeluhkan minimnya sumber daya manusia dari dinas lingkungan hidup setiap kabupaten/kota. Oleh karena itu, masing-masing dinas lingkungan hidup belum memiliki petugas pengambil sampel.

"Ini penting agar matang proses hukumnya, jangan nanti mentah di pengadilan," katanya.

Tak hanya itu, kata dia, untuk memperkuat langkah tegasnya, polisi selaku penegak hukum memerlukan ahli seperti tindak pidana lingkungan, lingkungan, B3, dan korporasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement