Selasa 15 Jan 2019 14:48 WIB

Pakar: Mendagri Tjahjo Perlu Dipanggil KPK

Nama Tjahjo disebut dalam sidang kasus dugaan suap perizinan Meikarta.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus memanggil Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk dikonfirmasi terkait kesaksian yang disebut Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah. Nama Tjahjo disebut dalam sidang kasus dugaan suap perizinan Meikarta.

"Demikian juga saksi-saksi lain yang mengetahui 'perintah' tersebut, untuk kemudian memutuskan status TK (Tjahjo Kumolo) apakah sebagai saksi ataukah sebagai tersangka, termasuk mencekalnya," ujar dia kepada Republika.co.id, Selasa (15/1).

Baca Juga

Menurut Fickar, bila Tjahjo memang benar memerintahkan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah untuk memberikan izin padahal tidak memenuhi syarat, maka Tjahjo juga bisa dikualifikasi sebagai pelaku.

"Dalam perspektif hukum pidana, yang disebut pelaku (dader) itu tidak tunggal, tidak hanya orang yang melakukan saja (actus reus), tetapi juga termasuk pelaku peserta (mededader)," tuturnya.

Hal itu sebagaimana diatur pasal 55 KUHP dan pelaku pembantu sebagaimana diatur dalam pasal 56 KUHP. Fickar menjelaskan, pihak yang termasuk pelaku penyerta adalah mereka yang ikut langsung melakukan, menyuruh melakukan (intelectual dader), dan mereka yang turut serta melakukan.

"Termasuk juga mereka yang memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menggunakan kekuasaan atau dengan kekerasan, memberikan kesempatan dan sarana dan menganjurkan untuk melakukan kejahatan," terangnya.

Tjahjo sebelumnya disebut dalam persidangan dugaan suap perizinan proyek Meikarta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat. Tjahjo, menurut Neneng meminta tolong kepada dirinya untuk membantu pengurusan perizinan Meikarta.

"Tjahjo Kumolo bilang kepada saya, 'Tolong perizinan Meikarta dibantu'," ujar Neneng dalam kesaksiannya di PN Tipikor Jakarta, Senin (14/1).

Menurut Neneng, dirinya diminta datang ke Jakarta untuk bertemu Dirjen Otonomi Daerah Soni Soemarsono. Hal itu berkaitan dengan hasil rapat pleno bersama mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar. Dalam rapat pembahasan izin pemanfaatan penggunaan tanah (IPPT), Deddy meminta agar perizinan pembangunan seluas 84,6 hektare ditunda terlebih dahulu. Luasan proyek tersebut membutuhkan rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat.

"Saat itu (dipanggil ke Jakarta), Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menelepon Pak Soemarsono, berbicara sebentar, kemudian telepon Pak Soemarsono diberikan kepada saya, dan Tjahjo Kumolo bilang kepada saya, 'Tolong perizinan Meikarta dibantu'," katanya.

Neneng pun mengiyakan permintaan Tjahjo Kumolo. Namun, kata Neneng, hal itu harus sesuai dengan aturan yang berlaku. "Saya jawab, 'baik Pak yang penting sesuai dengan aturan yang berlaku'," katanya.

Dalam sidang itu, Neneng mengatakan, bahwa Soemarsono akan memfasilitasi pertemuan antara Pemprov Jabar, Pemkab Bekasi, dan PT Mahkota Sentosa Utama selaku pengembang Meikarta. Dalam persidangan juga terungkap bahwa aliran suap Meikarta sampai kepada anggota DPRD Pemkab Bekasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement