Selasa 15 Jan 2019 00:26 WIB

Pengusaha Jepang Relokasi Budi Daya Ikan Tuna ke Sulsel

Ini juga merupakan kunjungan balasan setelah Desember lalu, tim RM ke Ahime

Petugas Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Padang memeriksa ikan tuna yang baru dibongkar dari kapal, di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus, Padang, Sumatera Barat, Senin (23/7) malam.
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Petugas Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Padang memeriksa ikan tuna yang baru dibongkar dari kapal, di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus, Padang, Sumatera Barat, Senin (23/7) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Gubernur Sulawesi Selatan HM Nurdin Abdullah mengatakan para Gubernur Ehime dan rombongan pengusaha akan meninjau lokasi pengembangan budidaya ikan tuna. Kedatangan mereka sebagai bagian rencana melakukan relokasi budidaya di Sulsel.

"Mereka (para pengusaha, Red) akan melakukan relokasi budidaya pengembangan ikan tuna di Sulsel untuk menutupi kebutuhan pasar dunia," kata Nurdin Abdullah usai mendampingi Gubernur Ehime Jepang menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), di Kantor Wakil Presiden RI, Senin (14/1).

Gubernur Ehime datang bersama Presiden Ehime Bank Ltd, Tokihiro Nakamura, Yoshinori Nishikawa dan memimpin rombongan 22 delegasi. Ke 22 delegasi itu  terdiri atas pengusaha dari Ehime Jepang.

Ia menjelaskan, Selasa (15/1) hingga dua hari ke depan, rombongan ini akan berada di Makassar. Ini juga merupakan kunjungan balasan setelah Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah pada bulan Desember lalu melakukan kunjungan ke Ehime.

Nurdin mengatakan, pihak Jepang akan mengirim beberapa sumber daya manusia (SDM) yang mereka miliki di bidang akuakultur untuk memberikan pelatihan. Selain  menyiapkan SDM, juga pembangunan infrastuktur. Sehinggi transfer knowledge dan teknologi dapat dilakukan.

"Infrastruktur juga mulai dibangun dan mereka juga sudah siap untuk training di Indonesia untuk bekerja sama," sebutnya.

Dalam pertemuan pertama ini, Nurdin menyatakan belum mengetahui berapa besaran investasinya. Dia menambahkan, di Sulsel hampir semuanya visible (dapat) untuk dilakukan budidaya untuk daerah pesisir pulau-pulau. Ini setelah pihak mereka melakukan survei. Kecuali daerah daratan. "Selayar itu itu cukup bagus, disamping luas, wilayahnya masih sangat belum tercemar, karena mereka butuh wilayah yang masih virgin," ujar Nurdin.

Nurdin menjelaskan, mereka yang datang dari Jepang ini telah melakukan budidaya dan mengembangkan satu keramba dengan 1.500 ekor. Dan dalam empat tahun bisa menjadi 100 Kg.

"Itukan mereka empat musim, kita coba lihat di Indonesia itu dalam dua tahun bisa menjadi 100 kg. Nah satu keramba itu nilainya sekitar Rp 27 miliar,"ujarnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement