REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri membantah pernyataan pihak Polri bahwa penghentian penyidikan perkara dugaan penggelapan dan tindak pidana pencucian uang yang diduga melibatkan pengusaha Gunawan Jusuf, adalah karena petunjuk Kejaksaan Agung. Mukri justru mengatakan Kejagung tak pernah menerima berkas perkara tersebut.
"Dari mana? Berkasnya saja belum ada. Artinya pengembalian SPDP itu dikarenakan berkas perkara tidak pernah dikirimkan ke kami (Kejaksaan)," ujar Mukri.
Mukri mengatakan, pihaknya menerima pengiriman surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) kasus ini dari Bareskrim Polri pada sekitar Juni 2017. "Tapi sampai batas waktu pengembalian SPDP, tidak pernah dikirimkan berkas perkaranya," ujarnya.
Ia mengatakan, Kejaksaan Agung pun menyimpulkan penerbitan SPDP terlalu cepat. Menurutnya, berdasarkan Standar Operasional Prosedur nomor 03 tahun 2016, berkas harus dikirim paling lambat satu bulan setelah SPDP dikirimkan. "Sementara ini sudah lewat 494 hari. Akhirnya pada November 2018, SPDP dikembalikan ke penyidik supaya tidak menjadi tunggakkan, jadi berkasnya belum pernah ada," kata Mukri.
Seperti diberitakan, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) kasus dugaan penggelapan dan TPPU yang dilaporkan pengusaha asal Singapura Toh Keng Siong terhadap pengusaha gula Gunawan Jusuf.
Dalam surat Direktur Tipideksus tertanggal 14 Desember 2018 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, disebutkan, penyidikan terhadap perkara itu dihentikan demi hukum.
Surat bernomor B/279B/XII/RES.2.3/2018/Dit Tipidesksus itu, juga memuat alasan penghentian penyidikan adalah karena "nebis in idem" dan kedaluarsa. Padahal sebelumnya, polisi menegaskan akan mengejar bukti-bukti sampai ke luar negeri.