Jumat 11 Jan 2019 09:17 WIB

Miing, Nurhadi, Lucuan Pilpres; Tertawalah Sebelum Dilarang

Humor akan laku keras bilsa masyarakatnya terlalu kaku dan tegang

Personel lawak Grup Bagito Hadi Wibowo alias Unang (dari kiri), Dedi Gumelar alias Miing, dan Didin Pinasti alias Didin saat bersilaturahim ke kantor Republika, Jakarta, Kamis (27/10).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Personel lawak Grup Bagito Hadi Wibowo alias Unang (dari kiri), Dedi Gumelar alias Miing, dan Didin Pinasti alias Didin saat bersilaturahim ke kantor Republika, Jakarta, Kamis (27/10).

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Dalam sebuah perbincangan dengan sosok komedian yang menjadi ikon ‘Bagito’, Dedi Miing Gumelar, beberapa tahun silam, dia bercerita tentang betapa tak gampang dan sekaligus tegangnya membuat tertawa saat di zaman otoriter Orde Baru. Apalagi saat itu semua serba terkontrol dan ‘siap grak’. Siapa pun yang berani cengar-cengir ngocol adalah bisa dalam bahaya besar dengan mendapat perlakuan yang lucu tapi sama sekali tidak lucu.

Miing mengaku kala itu bila punya pengalaman tak terlupakan ketika harus manggung di depan Presiden Soeharto dalam sebuah pergelaran di Senayan. Temanya acaranya adalah tentang peresmian sebuah proyek di Pondok Indah.

Miing menceritakan begini: Di sepanjang karir Bagito, ada dua pengalaman yang dinilai paling berkesan. Bagi mereka, kedua momen ini terasa mencekam dan meninggalkan kenangan yang tak bisa dilupakan hingga sekarang.

"Tahun 1994 kami diminta manggung di depan Soeharto. Kan nggak boleh ngomong sembarangan pada masa Orde Baru," ungkap Miing kala itu.

photo
bagito grup

Memang, tepatnya 20 Desember 1994, ibu negara saat itu, Tien Soeharto mengundang Bagito untuk manggung di Balai Sidang Jakarta. Secara protokol, ini dilarang mengingat Bagito dikenal dengan lawakan nakal yang sering kali mengkritisi pemerintah. Namun, ibu Tien rupanya kekeuh dengan keinginannya.

Miing mengaku mendapat telepon dari petugas protokoler presiden saat siaran. Sejak saat itu, mereka mengaku tak tenang hingga hari-H tiba. Di tanggal 20 Desember, mereka datang ke Balai Sidang Jakarta menggunakan pakaian daerah.

Mereka sempat dilarang masuk sebab Unang didapati membawa senjata tajam berupa keris. Ia pun melontarkan candaan di hadapan petugas Paspampres. "Kaya nggak kenal Unang aja. Ini Unang lagi jadi Kardiman, mau manggung di dalam," kata dia.

Rupanya, upaya ide gaya lawakan Unang tak mampu menyentuh hati petugas Paspampres. Mereka baru diperbolehkan masuk setelah dibantu beberapa pejabat yang mereka kenal. Sembari menunggu waktu tampil, mereka diminta menunggu di belakang layar. Di sana, mereka dijaga dengan ketat oleh petugas. "Sekarang saya ingat namanya Syafrie Syamsudin," kata Miing menambahkan.

Baginya, saat itu tekanan psikologis sangat terasa sebelum manggung. Apalagi etika itu, Miing sempat melirik dan melihat Syafrie menjulurkan kedua kakinya yang terlihat jelas menyelipkan pistol. Batin Miing semakin terkesiap saat pembawa acara memanggil nama mereka seraya meminta agar 'melawak secara formal' seperti pakem acara-acara kenegaraan saat itu.

Nah, pada saat berada di atas panggung dan lawakan harus dimulai, Miing merasa tekanan mental yang luar biasa kuat karena suasana hening dan dia harus mengawsali omongan. Bila tidak lucu apa kabar nasib dirinya. Apalagi, beberapa pejabat militer tampak memandang kaku. Namun dia tiba-tiba mendapat ilham saat dia bercanda soal penggusuran warga Betawi di sekitar bilangan Pondok Indah. Saat itu mulai ada orang yang tertawa meski tertahan.

Namun celotehannya mendadak menjadi 'ger' saat melihat Soeharto sempat tersenyum. Dengan sedikit nekad Miing pun melemparkan candaan, menyindir suasana yang mencekam. "Kalau Bapak tidak tertawa, orang-orang yang ada di sini tidak ada yang berani tertawa, Pak," kata Miing mengulang leluconnya ketika itu.

Kontan, setelah mendengar kalimat itu, Soeharto terlihat tertawa. Akibatnya para hadirin pun mengikutinya. Mereka kini berani tertawa lepas. Setelah itu Miing dan Bagito berceloteh apa saja dan semua hadirin riuh dalan candaan.Di akhir acara para pejabat negara memujinya. Sukses besar  membuat orang tertawa. Namun, tak berapa lama ketika Bagito bergegas ke tempat parkir mereka keburu telah bersumpah untuk tidak mau menerima tawaran manggung yang dibayar dari uang APBN.

Celakanya. tak lama kemudian, seorang petugas datang mengejar Bagito sembari membawa honor mereka. Miing masih mencoba ngeles cantik. "Saat itu ada petugas yang mengejar saya nanya kenapa honor nggak diambil? Rupanya karena saking mencekamnya, kami sampai lupa mengambil honor. Jadi pokoknya asal selamat aja," kata Miing disambut gerrr banyak orang yang merubungnya.

                                 ***

Setelah kisah Miing, kini ada fenomena Nurhadi yang mengklaim diri sebagai Capres no 10 dengan semboyan 'trojal-trojol dan Maha Asyik'. Entah mengapa bapak ini dalam beberapa pekan teralahir menjadi begitu fenomenal. Folower di media sosial meledak hebat. Padahal ia hanya bisa biasa saja, satire dan ‘itu-itu; saja persis gaya lama lawakannya Srimulat. Layaknya capres beneran. Nurhadi berpasangan dengan sebuah nama yang disebut Aldo Suparman.

Di dunia maya, celotehan dan meme Nurhadi sekarang tersebar luas. Bahkan, sosoknya sudah muncul pada sebuah acara Talks Show di televisi bersama politisi beneran. Dan dalam sebuah media daring Nurhadi sudah menceritakan ketenaran namanya terjadi dengann begitu saja, yakni terjadi secara spontan. Nurhadi pun tidak pernah membayangkan karakternya sebagai capres.

"Nggak ada bayangan, mengalir saja. Nggak ngerti, wong semua itu cuman guyonan agar semua tertawa, tersenyum tidak ada pertikaian. Tidak ada lagi ketegangan,” katanya.

Namun apa yang dicuplik Nurhadi kini menjadi acuan publik. Apa yang diserukannya untuk melihat jadikan politik yang terlalu tegang, waspada terhadap pecitraan, dan jangan sibuk menjatuhkan lawan, kini direspons begitu luas’ Beberapa  kuotnya yang humoris sekaligus satiris menjadi terkenal: Orang miskin dilarang miskin atau  Saya Ingin Indonesia tertawa, cukup saya yang tegang!

Dalam teori humor memang terdapat berbagai cara atau trik untuk membuat bahan lucuan. Mendiang Teguh Srimulat memberu petuah bahwa lucu adalah aneh. Yang lain ada yang mengatakan humor adalah mengolok-olok diri sendiri lewat orang lain. Di zaman kerajaan Mataram dulu orang yang suka membuat ‘lucuan’ alias humor disebut ‘abdi oceh-ocehan’. Mereka di masukan sebagai orang yang dibutuhkan hanya sekedar untuk melepas penat.

Namun kajian ilmiahnya, pada sisi lain, merebaknya lucuan atau humor juga mengisyaratkan adanya penyakit sosial yang tengah terjadi. Sebuah buku humor yang sangat meledak di tahun 1980-an adalah ‘Mati Ketawa Ala Rusia’. Buku karya Zahana Dolgopolova itu dipakai sebagai alat katarsis rezim Rusia zaman Uni Sovyet.

Humor yang ada dibuku ini laris manis di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Apalagi saat itu di Indonesia keadaannya tak jauh beda dengan Rusia: serba kaku, top down, dan serba serius. Semua yang menyimpang dianggap sebagai sebuah hal yang fals, sumbang, atau dalam bahasa masa kini hoaks. Harus disingkirkan jauh-jauh. Satir, humor, lucuan, ledekan, dan sejenisnya adalah hal bisa berbahaya dan serba terancam pidana.

photo
Buku Mati Ketawa Cara Rusia (twitter)

Beberapa  humor yang bisa cuplik dalam 'Mati Ketawa Cara Rusia' diantaranya soal hukuman pencemaran nama baik.Kisah dalam buku itu begini:

Seorang pria gila berlari-lari di lapangan merah sambil berteriak-teriak,

"Kruschev babi! Kruschev babi! Kruschev babi..."

Kemudian pria itu ditangkap oleh KGB dan dihukum 21 tahun penjara:1 tahun karena pelecehan nama baik, dan20 tahun karena membocorkan rahasia negara.

Atau juga humor yang lain bertajuk tentang perbandingan kebebasan gemokrasi di Amerika Serikat dan Uni Sovyet:

Seorang Amerika dan seorang Uni Soviet memperbandingkan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet siapa yang lebih demokratis.

Orang Amerika berkata "Aku berani menerjang masuk Gedung Putih, lalu gebrak meja Presiden kami dan memaki habis-habisan: Engkau benar-benar adalah seorang bajingan tengik!"

Orang Uni Soviet berkata "Ah, itu tak termasuk perbuatan yang luar biasa. Aku juga berani menerjang masuk Istana Kremlin, lalu gebrak meja Sekretaris Jenderal dan memaki-maki: Presiden AS benar-benar adalah seorang bajingan tengik!"

Alhasil, bila anda tak bisa menyatirkan hidup, maka hidup akan terasa serba tegang,. Jadi di sinilah ada sosok tertentu yang kita sebut komedian. Bila di zaman dahulu ada sosok Dedi Gumer dengan Bagito-nya, Zahana Dolgopolova dengan ‘Mati Ketawa Cara Rusia, atau kini Nurhadi dengan Capres No 10-nya, maka sosok mereka itu benar-benar patut diacungi jempol dan kata salut.

Jadi mengutip kata Kasino Warkop: tertawalah sebelum tertawa di larang..! Sebab, dunia pun ikut bahagia bila anda tertawa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement